Translate

Minggu, 26 Oktober 2014

Kehidupan Beata M.Pia Mastena


Nuansa Kehidupan Ibu Pendiri
Madre Maria Pia Mastena
Dalam Kaca Refleksi Kritis
Mrk 6: 1 – 6a
 
Pengantar

Renungan berikut merupakan lanjutan dari refleksi sebelumnya mengenai citra kehidupan Ibu Pendiri dalam beberapa perspektif. Titik tuju pada renungan ini bertolak dari dinding sejarah yang telah dilukis Ibu Pendiri, dimana darinya kita menemukan kekuatan untuk bertahan dalam Kongregasi yang didirikannya dalam bingkai Wajah Kudus yang terpancar dan mengalir dari Kelimpahan Allah yang Mahakuasa. Pada sisi tertentu, renungan ini merupakan refleksi kami sendiri dengan melihat struktur dasar kehidupan spiritual Ibu Pendiri, sebagaimana yang dikenang dalam bacaan-bacaan dan doa-doa kongregasi. 
Sebelumnya, mari kita mendengar sebuah jeritan hati St. Agustinus berjudul Tidak Tertera Pada Bintang-Bintang (hal 47):

Aku telah menolak ramalan-ramalan yang  menipu
dan ketololan para ahli perbintangan yang tidak
percaya akan Allah.
Sama sekali tak terbukti suatu keahlian
meramalkan masa depan,
kecuali dugaan-dugaan orang yang
tidak jarang mengandung nilai suatu ramalan;
asal saja dibicarakan banyak,
maka selalu ada sesuatu yang cocok.
Aku yakin bahwa semuanya ini menertawakan dan
omong kosong.
Ada orang-orang yang begitu gandrung
mencatat letaknya bintang-bintang,
jika ternak mereka beranak,
untuk mendapat pengalaman dengan keahlian
mereka itu.
Aku ingin menantang dan mencemoohkan
orang-orang itu,
yang dalam hal ini mencari sumber nafkah mereka.
Dan apabila ucapan-ucapan mereka
ternyata cocok,
maka hal itu bukan berdasarkan ilmu pengetahuan
atau keahlian.
melainkan semata-mata kebetulan;
dan apabila ucapan-ucapan itu ternyata
tidak cocok,
maka hal itu bukan berdasarkan kesalahan
yang dibuatnya,
melainkan karena kebohongan secara kebetulan.
Akan tetapi Engkau, Ya Tuhan
Penguasa yang mahaadil atas seluruh jagat raya,
telah mencipta dengan ilham-ilhamMu
yang tidak nampak,
di luar pengetahuan para astrolog dan para
pelanggan mereka;
dengan demikian tiap orang dapat mengetahui
apa yang harus diketahuinya.
Maka janganlah seorang bertanya apa artinya ini?
Atau, apa gunanya ini?
Janganlah berbicara demikian,
Sungguh tak patut berbicara demikian,
Sebab engkau adalah seorang manusia.  

Pandai Membaca Tanda Jaman
Kisah kehidupan Ibu Pendiri selalu diawali dengan sebuah gambaran kasat mata akan koinsidensi kehidupannya, dan ziarah kerohanian yang diarungi secara berbeda, yang boleh dikata terbilang sangat luar biasa pada satu sisi dan pada pihak lain sangat dramatis. Kita tidak mengulang-tutur tentang kisah kelahirannya, namun sangat menarik doa-doa Kongregasi yang merupakan percikan spiritual dari sebuah perjumpaan sangat indah dari Ibu Pendiri, yang kemudian diwariskan kepada semua anggota Kongregasi.
Drama kehidupan dan ziarah pengalaman religious yang tercetus dalam kata-kata doa yang terucap, merupakan kekuatan dari ziarah berbagai manusia di sepanjang pengalaman ribuan tahun dalam peta perjalanan bangsa manusia pada dinding sejarah peradaban setiap insan berbudi. Tiga penggal sub-kalimat yang hemat saya merupakan kunci pencarian yang ‘tiada henti’ dari bangsa manusia untuk berjumpa dengan Wajah Kudus Tuhan Yesus Kristus adalah (1) Tuhan, kami telah melihat cahaya WajahMu; (2) Tuhan kami berjalan dalam Cahaya WajahMu; dan (3) Tuhan janganlah Kausembunyikan WajahMu daripadaku.
Penggal sub-kalimat pertama merupakan persepsi manusia yang telah sukses berjumpa dengan Wajah Kudus Tuhan Yesus, namun sebetulnya terdapat kendala natural untuk mengungkapkan secara kasat mata inti dan hakekat dari dua hal berikut: (1) isi dari perjumpaan dan (2) hakekat dari Wajah Kudus. Lazim terjadi bahwa manusia dengan berbagai keterbatasan, hanya sampai pada mengakui kelemahan dan keterbatasan manusiawinya, lalu tidak meluangkan waktu untuk mendalami dua hal di atas. Sebagai gantinya maka terungkap pengakuan ‘Kami telah melihat cahaya WajahMu’. Istilah telah melihat tidak tertuju pada model penglihatan natural dengan menggunakan alat indera penglihatan ‘mata manusia’ melainkan hanyalah ‘mata iman’.
Meski hanyalah mata iman yang menjadi landasan untuk percaya akan bias dari perjumpaan dengan Wajah Kudus Tuhan Yesus, namun kekuatan itu memberi nafas baru untuk boleh berjalan ke depan.  Mata iman selalu dengan cermat memberi arah yang pasti bagi setiap peziarah, terlebih di tengah kehiduan yang semakin modern. Kekuatan yang terkisah dari semua perjumpaan dengan Wajah Kudus Tuhan Yesus selalu memberi kepuasan oleh karena tidak saja mampu memberi arahan yang benar dan tepat mengenai kehidupan yang benar, melainkan juga memberi kebahagiaan dan keselamatan. Pengalaman akan Wajah Kudus selalu memberi irama kehidupan yang pasti dan tepat, dimana seseorang dimampukan untuk sanggup membaca tanda-tanda dan kebutuhan jaman yang dialami manusia dalam masyarakat setiap hari.
Terungkap dalam sejarah kehidupan Ibu Pendiri bahwa pada setiap keinginan untuk melihat Wajah Kudus Tuhan Yesus selalu terselip pula sebuah misi kemanusiaan, yakni keinginan azasi dari Gereja untuk terus-menerus mencari sesuai dengan janji Injili akan terlaksananya misteri karya Keselamatan Allah. Setiap perjumpaan dengan Wajah Kudus selalu meninggalkan pesan missioner akan karya-karya keselamatan yang praktis dan konkret, yakni karya yang dapat membawa penyilihan dosa-dosa dan membebaskan sesama dari cengkeraman ketakutan akan bahaya dosa. Karya kerasulan Gereja selalu diperbaharui pada setiap kali terjadi perjumpaan Ibu Pendiri dengan Wajah Kudus Tuhan Yesus. Perjumpaan dengan Wajah Kudus, walau pada satu sisi sangat pribadi, namun memberi efek kerasulan oleh karena memberi tanda-tanda positif bagi perbaikan dan pembangunan agenda karya Kerasulan Gereja di antara para bangsa.
Citra karya Gereja hendaknya diletakkan pada pelana panggilan Gereja secara umum, yakni menjadi mitra dan rekan kerja Tuhan Yesus sendiri. Dalam pespektif Kongregasi Wajah Kudus, karya kerasulan Gereja secara universal terungkap dalam charisma kongregasi, yang dirumuskan dalam tiga kata berikut: menyebarkan, menyilih dan memulihkan. Kata pertama tentunya tertuju pada usaha untuk menyebar-luaskan citra perjumpaan dengan Wajah Kudus kepada jiwa-jiwa. Dalam arti manusia dalam kondisi seadanya selalu sedang dicari oleh Tuhan, dan rasa rindu rohani selalu menyertai Tuhan untuk berjumpa dengan manusia dalam suasana kehidupannya yang biasa. Kebenaran mengenai rasa rindu Tuhan yang selalu ingin berjumpa dengan manusia harus disebar-luaskan kepada semua orang. Terlebih ketika sesama mengalami kesulitan dan persoalan serta tantangan dalam kehidupannya, mereka harus disadarkan akan ‘betapa’ Tuhan selalu rindu untuk berjumpa dengan mereka dalam suasana kehidupan mereka yang sederhana dan biasa.
Kata kedua, ‘menyilih’ langsung merujuk pada usaha untuk membuat sesuatu tindakan yang bermakna bagi jiwa-jiwa yang melarat dan menderita. Reaksi rohani yang hendaknya diperhatikan adalah tidak menunda-nunda kesempatan untuk memperbaiki nasib mereka yang sungguh membutuhkan bantuan: kegiatan kerasulan yang meringankan beban hidup orang lain, tindakan pelayanan yang memberi inspirasi dan optimisme untuk menjadikan hidup bermanfaat bagi orang lain. Tugas dan pekerjaan untuk menyilih akan menjadi tuntas dan menghasilkan buah yang nyata kalau semuanya dilaksanakan dalam perspektif Tuhan sendiri oleh karena kekuatan manusia tidak berdaya untuk melakukan tugas dan misi yang sama. Penyilihan yang lengkap tidak saja sebatas tindakan fisik dan manusiawi, melainkan harus lebih dalam, yakni kegiatan yang berkenaan dengan tindakan rohani atau spiritual.
Kata ketiga, memulihkan merupkan puncak dan hasil dari sebuah ziarah karya di antara orang-orang miskin dan melarat. Pemulihan dari luka-luka selalu merupakan sebuah hasil karya dari tindakan ‘melakukan silih’. Kendati sering terjadi bahwa sebuah tindakan ‘penyilihan’ tidak pernah terjadi dengan proses pemulihan oleh karena strategi yang digunakan tidak sesuai dengan maksud yang ingin dicapai. Dalam bingkai kehidupan spiritual, apa yang disebut dengan nama ‘pemulihan’ hal itu selalu diawali dengan pertobatan untuk masuk dalam proses penyilihan akan segala yang tidak berkenan di hati.

Mencari Wajah Kudus
Pengalaman Ibu Pendiri berkenaan dengan kehidupan spiritual selalu dalam bingkai ketiga hal mendasar di atas untuk masuk dalam kajian tanda-tanda jaman. Madre Maria Pia Mastena sukses menganalisis berbagai tanda jaman yang dialami justeru karena ia masuk sedalam-dalamnya pada ketiga hal tersebut secara intensif. Bersama tokoh sentral dalam kongregasi kita, sejenak kita mengkaji ungkapan Wajah Kudus dalam Kitab Suci. Tahap pertama kita merefleksi Mz 13 berkaitan dengan perspektif spiritual di balik ungkapan Wajah Kudus Tuhan yang sedang dicari dari jaman ke jaman.

Keluh Kesah Orang Jujur
Berapa lama lagi Ya Tuhan Engkau melupakan daku sama sekali,
Berapa lama lagi Kausembunyikan WajahMu daripadaku?
Berapa lama lagi hatiku harus merana dan bersedih sepanjang hari?
Berapa lagi musuhku masih bermegah-megah melawan daku?
Pandanglah, jawablah aku, Ya Tuhanku, Allahku,
Buatlah mataku bersinar, jangan sampai tertidur dalam maut,
agar musuh jangan berkata: Dia kukalahkan
dan lawan jangan bermegah atas kemalanganku.
Tapi aku percaya akan kasih setiaMu, hatiku bergembira,
karena Engkau menyelamatkan daku, aku bernyanyi bagiMu
karena kebaikanMu terhadapKu 
Melihat Wajah Kudus adalah prasyarat sukacita dalam kehidupan setiap hari di tengah hidup bermasyarakat. Jika Tuhan tidak menunjukkan WajahNya yang Kudus, itu identic dengan Tuhan yang tidak menunjukkan perhatian dan Kasih sayangNya kepada manusia. Namun itu sesuatu yang tidak mungkin oleh karena Tuhan senantiasa mencari manusia untuk menyelamatkannya. Karena itu si pemazmur mendaraskan kata-kata Berapa lama lagi, Ya Tuhan, Engkau melupakan daku sama sekali, berapa lama lagi Kausembunyikan WajahMu dari padaku? Mindset pemazmur merujuk pada Wajah Kudus Tuhan sebagai sumber keselamatan dan pokok kebahagiaan bagi semua orang yang memandang Wajah Tuhan yang kudus. Pandangan Tuhan identic dengan sikap kasih sayangNya Yang Ilahi, dimana WajahNya selalu memberi segala yang baik bagi langkah kehidupan manusia di muka bumi. Tuhan yang senantiasa mengarahkan WajahNya yang suci kepada manusia adalah modal dasar bagi manusia untuk menghadapi berbagai kesulitan dalam kehiduan bersama setiap hari.
            Memandang Wajah Kudus hanya dapat dilaksanakan oleh mereka yang sungguh percaya akan Tuhan sebagai pokok hidup dan pangkal keselamatan setiap manusia. Sumber rujukan untuk pemahaman ini dapat dilihat pada Mazmur 27 sebagai berikut:

Kepercayaan dalam bahaya
Tuhan dengarkanlah seruanku, kasihanilah aku dan kabulkanlah doaku,
Seturut FirmanMu kucari WajahMu, WajahMu kucari ya Tuhan,
Jangan WajahMu Kausembunyikan daripadaku, jangan hambaMu Kautolak dengan murka,
Sebab Engkau penolongku, jangan membuang aku,
Jangan meninggalkan daku, ya Allah Penyelamatku,
Sekalipun ayah dan ibu meninggalkan daku, nama Tuhan selalu menyambut aku
Tunjukkanlah jalanMu kepadaku, Ya Tuhan, bimbinglah aku di jalan yang aman sentosa,
Jangan aku Kauserahkan kepada kekuatan lawanku, sebab mereka bersaksi dusta dan bersumpah palsu melawan daku,
Aku yakin dan merasakan kebaikan Tuhan, selagi aku masih hidup,
Berharaplah kepada Tuhan, teguhkan dan kuatkan hatimu, berharaplah kepada Tuhan!
Di dalam hidup, dan terlebih ketika kita berpapasan dengan berbagai kesulitan, persoalan dan tantangan, manusia selalu dihadapkan pada ketidak-pastian. Pada suasana kehidupan seperti itu, manusia sangat membutuhkan suatu kepastian, atau sebuah pegangan yang menuntun kepada kehidupan. Rasa pasti dan kebutuhan untuk hidup inilah yang nampak secara sempurna dalam Wajah Kudus Tuhan Yesus yang nampak kepada Ibu Pendiri, Madre Maria Pia Mastena.
            Dalam pengalaman hidup Bangsa Israel di padang Gurun, para nabi meneguhkan iman dan pengharapan umat akan Tuhan sebagai pedoman dan panduan hidup. Para nabi selalu mewartakan bahwa Tuhan menjadi penolong dan pembantu manusia justru karena Ia senantiasa menunjuk WajahNya yang kudus kepada manusia, telebih pada situasi tidak menentu dalam kehidupan manusia. Manusia selalu rindu akan Wajah Allah, yang dapat dilihat dalam Mazmur 42 berikut ini:

Rindu akan Tuhan dan akan baitNya yang kudus
Bagaikan rusa merindukan sungai, demikianlah hatiku rindu padaMu ya Allah,
Hatiku haus akan Allah, Allah yang hidup, bilakah aku menghadap dan memandang Wajah Allah?
Air mataku menjadi bagaikan santapan bagiku siang dan malam, karena sehari-harian orang bertanya: dimana Allahmu?
Dengan sedih selalu kuingat, akan masa lampau, aku bersama orang banyak berarak ke kediaman Allah,
Aku turut melangkah di depan perarakan itu, di tengah suara sorak-sorai dan lagu syukur,
Mengapa engkau tertekan dan gelisah, wahai jiwaku?
Berharaplah kepada Allah, aku akan bersyukur lagi kepada Allah, penolongku

Akar Kehidupan Karya
Inti iman yang dimiliki Ibu Pendiri adalah mendamba terbukanya tabir rahasia di balik revelasi Wajah Kudus Tuhan Yesus yang disembahnya. Tentu pula Ibu Pendiri mendamba agar semua anggota Kongregasi Wajah Kudus menjadi anak-anak sejati Tuhan Pencipta langit dan bumi dengan menjadikan Bunda Maria sebagai soko guru dan teladan hidup. Ibu Pendiri sungguh yakin bahwa setiap anggotanya merupakan sumbangan sangat berharga dari keluarga-keluarga kepada Gereja, dan dalam hal ini itulah bukti persembahan keluarga-keluarga Kristiani bagi kehidupan Gereja dalam bingkai karya kerasulan di sepanjang segala masa di muka bumi.
Cakrawala kehidupan Ibu Pendiri selalu dalam aura Tritunggal yang mahakudus oleh karena kedekatannya yang tidak tertandingi dengan Yang Ilahi, Tuhan Pencipta sendiri. Keterbatasan dan kerapuhan fisik yang dimiliki Ibu Pendiri dibimbing Tuhan untuk unggul dalam aspek kehidupan rohani, dimana Tuhan sendiri yang membentuknya dengan modal dasar yang dimiliki: keterbukaan, kejujuran hati serta keihlasan untuk mendengar suara dan mengikuti panggilan Tuhan dalam berbagai perjumpaan dengan umat yang dilayani.
Ibu Pendiri memberi sebuah citra kehidupan yang kendati sudah lewat namun ia bagai sebuah melodi yang selalu bergaung indah dalam dinding sejarah kehidupan Gereja sejagat. Ibu Pendiri selalu mengarahkan perhatian banyak orang kepada soal-soal sederhana, hal-hal kecil, dan berbagai perkara setiap hari yang meski nampak sepele namun di dalamnya terdapat inti kehidupan yang harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh yakni makna pribadi hidup setiap orang. Ibu Pendiri senantiasa menjumpai orang dengan menyapanya, tidak saja semata menyebut ‘nama’, melainkan memberi dimensi spiritual dari setiap perjumpaan dengan orang lain. Ia membiarkan dirinya sebagai berkat dan sarana keselamatan bagi setiap orang yang ingin menemukan rahmat Allah dalam kehidupannya setiap hari.
            Hal pokok yang diwariskan Ibu Pendiri, tidak saja kepada Kongregasi yang didirikannya, melainkan kepada semua umat manusia adalah kebenaran akan Tuhan yang selalu memberi rahmat, rejeki dan anugerah berlimpah, hal itu tergantung pada inisiatif manusia rapuh untuk menjawab denyutan ‘urat nadi kehidupan’ yang diberi Tuhan kepada manusia. Apa yang dimiliki manusia memang tidak seberapa, dan ketika manusia menyadarinya serta memohon bantuan Tuhan, maka segala yang sebelumnya tidak mungkin, akan diberi Tuhan kepada manusia untuk merealisasi rencana dan semua karya yang baik dan terpuji. Dalam menyadari keterbatasan dan dengan disertai sikap rendah hati yang mendalam serta sikap murah hati kepada sesama, Ibu Pendiri mendulang sekian banyak buah dari rencana dan karyanya, yang menyata dalam diri Kongregasi Wajah Kudus. 


  


Sabtu, 18 Oktober 2014

Hari Misi sedunia 2014

P ES A N   B A P A  S U C I   P A U S  F R A N S I S K U S
PADA HARI MISI SEDUNIA
 19 Oktober 2014
Janganlah kita kehilangan Sukacita Evangelisasi!
Saudara-saudari yang terkasih.

 Dewasa ini masih begitu banyak orang belum mengenal Yesus Kristus. Karena alasan inilah, maka misi atau perutusan kepada bangsa-bangsa (missio ad gentes) harus dipandang sangat mendesak. Semua anggota Gereja dipanggil untuk mengambil bagian dalam perutusan ini karena Gereja pada hakikatnya adalah misioner: Gereja ada untuk “pergi ke luar”. Hari Misi Sedunia adalah suatu momen istimewa karena seluruh umat beriman dari semua benua terlibat dalam doa dan berbagai aksi solidaritas yang konkrit untuk mendukung Gereja-Gereja muda di tanah-tanah misi. Hari Misi Sedunia adalah suatu perayaan rahmat dan sukacita. Disebut suatu perayaan rahmat, karena Roh Kudus yang diutus oleh Bapa memberi hikmat dan kekuatan kepada mereka yang taat kepada bimbingan Roh Kudus. Disebut suatu perayaan sukacita, karena Yesus Kristus, Putera Bapa, diutus untuk mewartakan Injil kepada dunia, mendorong dan menyertai usaha-usaha misioner kita. Oleh karena itu, Sukacita Yesus dan para murid-Nya yang berjiwa misioner tersebut membimbing saya untuk menampilkan suatu gambaran biblis yang dapat kita temukan dalam Injil Lukas (bdk. Luk. 10:21-23).

1. Penginjil (Lukas) menceritakan kepada kita bahwa Tuhan mengutus 72 murid berdua-dua ke kota-kota dan ke desa-desa untuk memberitakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat, dan untuk mempersiapkan orang-orang untuk berjumpa dengan Yesus. Setelah melaksanakan misi pewartaan tersebut, para murid kembali dengan penuh sukacita: jadi sukacita adalah suatu tema yang mendominasi pengalaman misinya yang pertama dan penuh kenangan yang tak pernah terlupakan. Namun demikian, sang Guru Illahi memperingatkan mereka: “Janganlah bersukacita karena roh-roh itu tunduk kepadamu; tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga. Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh Kudus dan berkata: “Aku bersyukur kepadaMu, ya Bapa…..” Sesudah itu berpalinglah Yesus kepada murid-murid-Nya tersendiri dan berkata: “Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu lihat” (Luk. 10:20-21, 23).
 Lukas menampilkan tiga skenario. Pertama-tama Yesus berbicara kepada para murid-Nya, kemudian berbicara kepada Bapa-Nya dan akhirnya kembali berbicara kepada para murid-Nya. Yesus ingin agar murid-murid-Nya mengambil-bagian dalam sukacita-Nya, suatu sukacita yang berbedasama sekali dan lebih besar dari pada sukacita lain yang pernah mereka alami sebelumnya.
 2.   Para murid dipenuhi dengan sukacita, mereka sangat gembira karena kuasa yang mereka miliki mampu membebaskan orang dari roh-roh jahat. Tetapi Yesus memperingatkan mereka agar jangan terlalu bersukacita karena kuasa yang telah mereka terima, melainkan karena kasih yang telah mereka terima, “karena namamu ada terdaftar di sorga” (Luk. 10:20). Para murid bukan hanya dianugerahi suatu pengalaman kasih Allah, tetapi juga kemampuan untuk membagikan kasih itu. Dan pengalaman kasih inilah yang menjadi sumber syukur dan sukacita dalam hati Yesus. Lukas melihat sukacita ini dalam perspektif persekutuan trinitaris: “Yesus bersukacita dalam Roh Kudus”, sambil memandang Bapa dan memuji-Nya. Momen sukacita yang amat dalam ini meluap dari kasih keputraan Yesus yang begitu besar kepada Bapa-Nya, Tuhan atas langit dan bumi, yang menyembunyikan semuanya ini bagi orang-orang bijak dan cerdik-pandai, dan menyatakannya kepada orang-orang kecil (bdk. Luk. 10:21). Allah sekaligus menyembunyikan dan menyatakan. Namun dalam doa pujian-Nya tersebut, nampak Bapa lebih condong “menyatakan”. Apa yang telah disembunyikan dan dinyatakan oleh Allah? Tidak lain adalah misteri/rahasia Kerajaan-Nya, yaitu manifestasi ke-allah-anNya di dalam diri Yesus dan kemenangan-Nya atas Setan.
 Allah telah menyembunyikan ini semua dari mereka yang “angkuh”, yaitu mereka yang telah memenuhi pikiran mereka dengan dirinya sendiri dan yang menyatakan diri mengetahui segalanya. Mereka sebenarnya telah dibutakan oleh pandangan-pandangan mereka sendiri dan sama sekali tidak menyisakan tempat untuk Allah. Mereka adalah orang-orang sejaman dengan Yesus yang telah berulang kali ditegur oleh Yesus. Sikap merekaadalah suatu bahaya yang selalu ada sampai sekarang dan menjadi keprihatinan kita juga. Sementara itu “orang-orang kecil” adalah orang-orang sederhana, rakyat biasa, orang-orang miskin, orang-orang yang terpinggirkan, orang-orang yang tak mampu bersuara, orang-orang yang diliputi kekawatiran dan yang berbeban berat; merekalah orang-orang yang disapa Yesus sebagai orang-orang yang “berbahagia”, seperti Maria, Yosef, para nelayan dari Galilea dan para murid yang dipanggil oleh Yesus ketika Dia sedang bepergian untuk pewartaan.
 3.     “Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu.” (Luk. 10:21). Kata-kata Yesus ini harus dipahami dengan mengacu pada pujian hati-Nya. Kata “berkenan” mengacu pada rencana Bapa yang bijak dan menyelamatkan bagi umat manusia. Kebaikan Illahi inilah yang membuat Yesus bersukacita karena Bapa berkenan mengasihi manusia dengan kasih yang sama, yang diberikan oleh Bapa kepada Putera-Nya. Lukas juga mengutip pujian yang serupa dari Bunda Maria: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku,…” (Luk. 1:46-47). Inilah Kabar Sukacita yang menghantar kepada keselamatan. Maria, yang sedang mengandung Yesus di dalam rahimnya, Sang Pewarta Injil luar biasa, mengunjungi Elisabet dan Maria pun bersukacita dalam Roh Kudus ketika ia mengalunkanMagnificat-nya. Yesus, ketika melihat keberhasilan misi para murid-Nya dan menimbulkan sukacita, bergembira di dalam Roh Kudus dan berseru kepada Bapa-Nya di dalam doa-Nya. Dalam kedua peristiwa tersebut, jelas merupakan sukacita berkat karya keselamatan, karena kasih yang Bapa berikan kepada Putera-Nya turun kepada kita, dan melalui Roh Kudus pula memenuhi kita dan menganugerahkan kepada kita bagian dalam kehidupan trinitaris.
 Bapa adalah sumber sukacita. Putera adalah manifestasi sukacita itu dan Roh Kudus adalah pemberi sukacita itu. Segera setelah mengucap syukur kepada Bapa, Penginjil Matius mengisahkan kepada kita bahwa Yesus berkata: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.” (Mat. 11:28-30). “Sukacita Injil memenuhi hati dan kehidupan semua orang yang berjumpa menjumpai dengan Yesus. Mereka yang menerima tawaran keselamatan-Nya dibebaskan dari dosa, dari penderitaan, dari kekosongan batin dan kesepian. Bersama Kristus, sukacita itu akan selalu menjadi baru” (Evangelii Gaudium, EG.1).
 Santa Perawan Maria memiliki suatu pengalaman tersendiritentang perjumpaanya dengan Yesus dan karena itu menjadi causa nostrae laetitiae (sumber sukacita kita).Para murid, di sisi lain, menerima panggilan untuk mengikuti Yesus dan diutus oleh-Nya untuk mewartakan Injil (bdk. Mrk. 3:14), maka mereka dipenuhi oleh sukacita. Masakan kita tidak mau masuk ke dalam kelimpahan sukacita itu?
 4.     “Bahaya besar dunia dewasa ini, yang telah merasuk sedemikian rupa akibat konsumerisme, adalah kesedihan dan kecemasan yang lahir dari hati yang puas diri namun tamak; gelisah karena pencarian akan kenikamatan-kenikmatan yang dangkal, dan hati nurani yang tumpul” (Evangelii Gaudium, EG.2).Bangsa manusia sangat membutuhkan keselamatan yang dibawa oleh Kristus. Para murid Kristus adalah mereka yang membiarkan dirinya ditangkap oleh kasih Yesus dan dimeteraikan oleh api kerinduan demi Kerajaan Allah dan proklamasi sukacita Injil. Semua murid Tuhan dipanggil untuk menghayati sukacita evangelisasi. Para uskup, sebagai penanggungjawab utama pewartaan, memiliki tugas memajukan kesatuan Gereja setempat dalam komitmen misioner Gereja lokal. Mereka dipanggil untuk mengakui bahwa sukacita mengkomunikasikan Yesus Kristus diungkapkan dalam bentuk suatu perhatian untuk mewartakan Kristus di daerah-daerah yang paling jauh; juga mengunjungi daerah-daerah pinggiran di wilayah mereka secara teratur, di mana banyak orang miskin telah menanti pesan tersebut.
Banyak bagian dari dunia ini sedang mengalami kelangkaan panggilan imam dan hidup bakti. Hal ini disebabkan oleh karena tidak adanya semangat merasul dari komunitas-komunitas kristiani,sehingga mereka kehilangan gairah hidup dan karena itu gagal menjadi daya tarik banyak orang. Sukacita Injil itu lahir dari perjumpaan dengan Kristus dan dari semangat berbagi dengan orang-orang miskin. Karena alasan inilah maka saya mendorong jemaat-jemaat paroki, serikat-serikat dan kelompok-kelompok untuk menghayati kehidupan persaudaraan yang intens, yang didasarkan pada kasih Yesus danpada keprihatinan terhadap kebutuhan-kebutuhan orang-orang yang malang nasibnya. Di mana ada sukacita, gairah dan niat untuk membawa Yesus kepada sesama, maka di sanalah akan muncul panggilan-panggilan yang sejati. Di antara panggilan-panggilan itu, kita tidak boleh mengabaikan panggilan kaum awam dalam karya misi. Dewasa ini sedang berkembang kesadaran identitas  dan misi kaum awam dalam Gereja, demikian juga suatu pengakuan bahwa mereka dipanggil untuk mengambil peran yang semakin besar dalam menyebar-luaskan Injil. Konsekuensinya, mereka membutuhkan pelatihan-pelatihan yang cocok demi aktivitas kerasulan yang efektif.
 5.     “Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” (2Kor.9:7). Hari Misi Sedunia adalah suatu kesempatan untuk menyalakan kembali niat dan kewajiban moral untuk mengambil bagian dalam sukacita missio ad gentes.Bantuan keuangan dari setiap orang adalah tanda suatu persembahan diri pertama-tama kepada Tuhan dan kemudian kepada sesama; dengan cara ini maka pemberian yang bersifat marterial menjadi sarana evangelisasi untuk pembangunan manusia atas dasar kasih.
Saudara-saudari yang terkasih.
Pada Hari Misi Sedunia ini, perhatian saya terarah kepada Gereja-Gereja lokal. Janganlah kita kehilangan sukacita evangelisasi! Saya mengajak Anda semua masuk ke dalam sukacita Injil dan menghayati kasih yang dapat menyalakan panggilan Anda dan tugas perutusan Anda. Saya mendesak Anda masing-masing untuk mengenang kembali, seolah-olah Anda sedang mengadakan peziarahan batin, yaitu ‘cinta pertama’dengan Tuhan Yesus Kristus yang memberi kehangatan hati Anda, bukan sekedar nostalgia tetapi supaya Anda tetap bertekun dalam sukacita. Para murid Tuhan bertekun dalam sukacita ketika mereka merasakan kehadiran-Nya, melaksanakan kehendak-Nya dan berbagi dengan sesama tentang iman, harapan dan kasih injili.
 Marilah kita berdoa dengan pengantaraanBunda Maria, model evangelisasi yang rendah hati dan penuh sukacita, agar Gereja menjadi sebuah rumah yang siap menyambut siapa saja, bagaikanseorang ibu yang menyambut semua orang dan menjadi tempat pembaharuan bagi dunia kita.
Dari Vatikan, 8 Juni 2014, Hari Raya Pentekosta
PAUS FRANCISCUS