Translate

Jumat, 20 April 2012

Kemah pertemuan


Jam suci - Pesta Wajah Kudus
April  2012


« kita diundang untuk berjumpa dengan Wajah Yesus yang Bangkit, dalam perjalanan kedua murid ke Emaus »

Kapel dalam keadaan  gelap…  sebuah lampu dinyalakan di atas altar, sambil menyanyikan sebuah refren:

KATA PENGANTAR:
Saudari-saudari, dalam suasana masa Paska yang indah, penuh terang  dan sukacita, kita dipanggil untuk melanjutkan perjalanan doa persiapan Kapitel jendral ke XIV dan merayakan Pesta Wajah Kudus.

Kali ini kita diminta untuk mengkontemplasikan Wajah Yesus yang Bangkit. Di Emaus, merupakan kesempatan bersama untuk mengalami dan mendalami saat berjumpa dengan Yesus yang bangkit, sama seperti kedua murid di Emaus yang telah membiarkan diri diterangi oleh sinar WajahNya.

Pengalaman mereka menerangi perjalanan kita sebagai murid-murid Tuhan. Kita adalah salah satu di antara mereka dan Yesus mendekati kita, Ia tidak melewati realitas hidup kita yang terluka oleh dosa, kekecewaan, ketakutan, kehilangan arah hidup. Kita adalah orang-orang yang mencari Wajah Tuhan, oleh karena itu, mari kita biarkan diri dibimbing olehNya, agar Ia dapat berjalan bersama kita, agar hati kita dikobarkan dan diri kita dipenuhi olehNya, sehingga Ia tetap beserta kita.

LAGU:
 
Bacaan  pertama: Lk 24,:13 ‐ 17

Pemb. 2:
           Kedua murid berjalan menuju Emaus. Mereka tidak merasa bahagia melainkan gagal. Mereka bingung dan sedih… Sama seperti kita, mereka juga telah mengalami bahwa tidak ada berita lebih buruk daripada satu berita baik namun palsu. Maka perjalanan mereka menjadi satu pelarian menuji satu tempat di mana mereka dapat merasa terlindung. Tetapi, apapun terjadi, hidup berjalan terus... Maka mereka harus berlangkah maju, karena hidup ini adalah sesuatu yang dinamis, yang berubah secara terus menerus. 
Pemb. 3:
Bagi kita juga  HIDUP ADALAH BERJALAN, bergerak. Perjalanan agung hidup kita menjadi nyata dalam perjalanan harian yang kecil: di rumah, di sekolah, di tempat kerja, bersama dengan sahabat-sahabat kita.

Pembimbing doa:
Dalam setiap perjalanan harian ini, kita menghayati pencarian kita dan juga pelarian kita dari Yesus. Maka kita bertanya diri
· Dari mana saya datang? Ada apa yang mencemaskan aku? Apa yang memenuhi hatiku? Bagaimana aku berjalan?
Pemb. 4:
Hari ini juga, apapun perjalanan kita, ketika kita rela keluar dari diri kita sendiri, dari “benteng” keyakinan, problem, keperluan kita.... Maka Yesus  selalu rela mendekati kita dan berjalan bersama kita. Kita juga merasa sulit mengenal Dia. Namun Ia tidak membiarkan kita sendirian, Ia peduli dengan apa saja kita hayati dan membebani kita. Inilah mukjizat kecil namun besar, yang terjadi ketika kita saling mendekati dan berjumpa untuk merayakan EKARISTI, sebagai titik awal dan akhir dari seluruh pengalaman kristiani.
 
                    Tulislah pikiran, ketakutan, keinginan yang mewarnai hidupmu pada masa ini… Siapakah teman-teman perjalananmu? Tujuan mana yang kauingin capai dalam hidupmu? Ada apa yang mengalangi engkau dalam melihatnya?
hening

Pemb. 1:  Lk 24: 28‐32
Pemb 2 :
Berjalan, berbicara, mendengarkan... dan  sekarang telah tiba waktunya untuk makan bersama. Kedua peziarah meminta kepada orang ketiga yang penuh “misteri” itu, agar ia “tinggal” dan masuk bersama mereka di tempat itu untuk “tinggal bersama”.

 
Berhenti untuk menyembah...

Lagu Ekaristi (untuk Adorasi):

Adorasi dalam keheningan

Pemb. 3:
           Ketika duduk di meja makan, kedua murid mengalami satu  “kesatuan”, satu “pengalaman” yang menuntukan hidup mereka. Ketika mereka melihat orang itu mengambil, memberkati, memecahkan dan membagi-bagikan roti, kedua murid Emaus memahami bahwa orang itu tidak lain dari Yesus.  Dalam tindakan ini, dalam Ekaristi ini, yang dengannya Yesus menyatakan diri, kedua murid memahami arti dari perjalanan mereka, yakni memahami Yesus dan diri sendiri: «Bukankah hati kita berkobar-kobar di dalam diri kita ketika Ia berbicara dengan kita dalam perjalanan, ketika Ia mendengarkan kesulitan-kesulitan kita, ketika ia mengambil bagian dengan beban kita, yakni satu kematian yang tak masuk akal?».

Pemb 1:
Roti dan anggur yang dibagi-bagikan Yesus adalah sesuatu yang amat sederhana, namun juga penting dalam hidup manusia!

Pemb. 2:
Sering kali kita tidak menyadari betapa banyak kekuatan, harapan dan kelelahan yang perlu untuk memperolehnya! Kita juga dipanggil untuk menjadi roti dan anggur dalam tangan Allah, agar hidup kita menjadi saat untuk Yesus menyatakan diri dan membiarkan diri “dikenal” sebagai “Tuhan Kehidupan” yang menyerahkan diri.

Pemb. 3:
Apakah mungkin kita bisa berjalan tanpa berhenti sesahat untuk menikmati roti EKARISTI?
           Di dalamnya kita dapat melihat Tuhan, karena Ekaristi adalah sakramen KehadiranNya. Di dalamnya kita menemukan keberanian untuk membagi-bagikan hidup kita, dan melihat dalam diri sesama yang kita layani, satu cetusan dari WajahNya. Membagi-bagikan adalah menyalakan terang yang menerangi cakrawala hidup kita!

Refren Ekaristi

Pemb 1: Lk 24: 31‐35
musik

Pemb 2:
Setelah mata mereka terbuka dan mereka melihat Yesus, seketika itu, Ia hilang dari hadapannya... Dia, Yesus yang Bangkit, hilang. Namun ia tidak membiarkan kita sendiri! Ia selalu menyertai  mereka justru dalam roti yang dibagi-bagikan itu dan di dalam Firman yang telah mengobarkan hati mereka.

Pemb 3:
Sekarang kedua murid ini dapat mengambil keputusan. Mereka tahu apa yang mereka harus buat untuk hidup, yakni kembali ke Yerusalem. Mereka kembali “ke rumah” untuk menceritakan pengalaman yang dialami dalam perjalanan.


Pembimbing doa:
«Dengan hatinya yang utuh, yang berkobar-kobar, Kleopas dan temannya kembali ke Yerusalem, ke komunitasnya. Hati yang utuh selalu menghasilkan kesatuan dengan sesama. Dinamika ini adalah kekhasan Ekaristi dan kontemplasi. Dalam pengalaman iman, ada tiga wajah  yang harus dikenal oleh murid-murid Emaus, yakni wajah Orang asing, wajah Dia yang Bangkit  dan wajah Komunitas yang dipersatukan oleh iman akan Paskah. Wajah Yesus yang Bangkit dapat dikontemplasikan hanya dengan memberi perhatian kepada kedua wajah lainnya.

P 1.
Selain tiga wajah, dalam perikope tentang Emaus, ada juga tiga tempat di mana kedua murid mengalami Tuhan, yakni  perjalanan, meja makan, tempat di mana berkumpul komunitasnya.  
Perjalanan adalah lambang riwayat hidup kita, di mana  impian-impian kita berjalan tanpa henti. Di dalam impian-impian itu Tuhan hadir, sering kali secara tersembunyi dan kurang nyata.

           Perhentian dan kesatuan di meja makan melambangkan tempat berbeda, sesuatu yang liturgis dan kontemplatif, mungkin mistik juga, tempat di mana mata terbuka dan dapat menatap, meskipun hanya sesaat, Wajah Tuhan yang menyatakan diri. Inilah saat di mana langit terbuka dan ada satu kesatuan lebih erat antara surga dan bumi.
Hal ini terjadi setiap kali kita merayakan Ekaristi atau liturgi lainnya bersama dengan Gereja. Pada saat inilah riwayat hidup kita diangkat ke surga dan pada saat yang sama surga turun untuk tinggal di dunia. Inilah kesatuan antara waktu dan keabadian.  
Saat ketiga adalah perjalanan kembali: setelah mengalami perhentian mistik dan liturgis, setelah langit terbuka, kita kembali kepada kebiasaan, namun dengan mata yang berbeda, tidak lagi tutup melainkan terbuka, hati kita juga diubah, tidak lagi bodoh dan lamban, melainkan berkobar-kobar dan penuh semangat» (Luca Fallica. Ospiti del Risorto. Paoline 2005. Pag.93-94.)
Hening
·















Tidak ada komentar:

Posting Komentar