Translate

Rabu, 24 September 2014

Baptis


 “ Berilah dirimu dibaptis “


Apa yang kamu minta dari Gereja ?

Aku minta iman dan keselamatan kekal.








Sanggup anda menolak setan....? 

Ya, saya sanggup.

Percayakah anda kepada Allah, pencipta langit 

dan bumi... ?

Ya, saya percaya.




 



Raynard, aku membaptis engkau, 

dalam nama Bapa, Putera 

dan Roh Kudus












 Engkaulah anak Allah, anggota Gereja.

Jadilah terang dunia dan saksi

cinta Tuhan.

Sabtu, 20 September 2014

Kerajaan Allah




“Hal Kerajaan Surga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun 

 anggurnya” Mat 20:1-16a

  




Tuahan Allah mencari kita manusia karna Ia mencintai manusia 
 dan ingin menyelamatkannya. 
 Sebagai orang beriman  kita dipanggil untuk menjadi pekerja-pekerja di kebun anggur Tuhan. Ini bukan  panggilan untuk para imam, bruder dan suster, tetapi panggilan kita semua sebagai orang yang beriman. Dunia ini adalah kebun anggur Tuhan yang harus digarap supaya tetap lestari dan menghasilkan buah. 
Allah kita selalu baik kepada kita. Allah telah memberi kita panggilan untuk datang dan terlibat di dalam karya-Nya, yaitu di dalam kebun anggur. Ia memang menjanjikan upah tetapi kita tak perlu menuntut hak Allah. Ia punya hak untuk memberi sesuai kebutuhan kita. Karena itu, kita tak berhak protes karena kita telah memercayakan diri kita pada Allah.
 Kita diutus untuk menjadi pekerja-pekerja bagi Tuhan di dunia ini sesuai dengan panggilan dan tugas perutusan masing-masing. Untuk itu, kita berusaha melaksanakan setiap pekerjaan kita dengan sebaik-baiknya sebagai wujud pengabdian kepada Tuhan dan pelayanan kepada sesama. Dengan menghayati pekerjaan, kita akan lebih mudah untuk bersyukur dan mengerjakan tugas kita dengan penuh semangat dan tanggung jawab.

Jumat, 12 September 2014

Spiritualitas Suster Wajah Kudus ( 2 ) Beata M. Pia Mastena



Citra Hidup Pendiri Kongregasi
Madre Maria Pia Mastena
Mrk 4: 30 – 34

Pengantar     
Di sela-sela merefleksi dan merenung, berikut beberapa catatan penting untuk mengambil makna serta nilai spiritual dalam kehidupan Pendiri Kongregasi, Madre Maria Pia Mastena. Terdapat banyak titik harapan dalam kehidupan Ibu Pendiri, yang hemat saya mestinya selalu harus diperbaharui dalam refleksi, meditasi dan kontemplasi agar di tengah kehidupan yang semakin pragmatis, kita selalu memperoleh peneguhan iman dan pengharapan.
Sebelumnya, mari kita mendengar sebuah meditasi yang diambil dari Pengakuan St. Agustinus mengenai Hal-Hal yang Kuketahui, hal 91.
Tuhan, Engkaulah yang menilai aku.
Di dalam manusia terdapat hal-hal
yang tidak diketahui oleh manusia itu sendiri.
Engkau mengetahui segala sesuatu tentang manusia,
karena Engkaulah yang menciptakannya.
Dan betapapun aku menyadari kehinaanku di hadapan-Mu,
namun tentang Engkau aku mengetahui sesuatu
yang tidak kuketahui dari diriku sendiri.
Tak ada sesuatu ataupun seorang yang dapat
menandingi Dikau, sedangkan aku tidak
mengetahui dalam hal mana
aku dapat atau tak dapat bertahan.
Namun Engkau adalah setia dan Engkau pun tidak
membiarkan kami dicobai melampaui kemampuan kami.
Dan bersamaan dengan cobaan itu
Engkau menyediakan
juga penyelamatan
sehingga kami pun dapat bertahan.

Maka aku mau mengakui apa saja yang kuketahui
tentang diriku dan juga apa yang tidak kuketahui tentang diriku.
Apa yang kuketahui, kuketahui berkat terang-Mu.
Dan apa yang tidak kuketahui, akan kuketahui kelak
bila kegelapan akan lenyap di hadapan terangMu bagaikan siang.

Tak ada keragu-raguan lagi,
bahkan sepasti-pastinya, ialah bahwa aku mencintai Dikau.
Dengan Sabda-Mu Engkau telah menyentuh hatiku
lalu aku mulai mencintai Dikau.
Tetapi dari segala fihak kudengar juga sorga, bumi
dan seluruh isinya berkata kepadaku
bahwa aku harus mencintai Dikau.
Mereka menyerukan itu kepada tiap orang,
sehingga tak ada seorangpun dapat dimaafkan.
Terhadap mereka yang telah memperoleh 
Belaskasihan-Mu
Engkau akan semakin menunjukkan belaskasihan,
dan terhadap mereka yang telah memperoleh 
belaksihan-Mu
Engkau akan semakin menunjukkan
kasih sayang-Mu.
Sekiranya tidaklah demikian,
maka sia-sialah langit dan bumi
mengumandangkan pujian-Mu

Mengenang Makna Kehidupan
Madre Maria lahir di Italy, sebuah lokasi pilihan Tuhan sendiri bagi Ibu Pendiri, yakni Bovolone pada tanggal 7 Desember 1881 dan wafat pada 28 Juni 1951, sebuah rentang waktu keselamatan yang sangat istimewa dan khas. Dikatakan ‘istimewa’ oleh karena Tuhan sendiri memberi kepada beliau untuk mempersembahkan segala yang terpuji dan terpandang bagi kehidupannya dan kongregasi yang didirikannya. Lalu disebut ‘khas’ oleh karena anugerah Tuhan yang sungguh perkasa dijalaninya dengan dan dalam kehidupannya yang sederhana, rapuh dan biasa.
Bocah yang pada awal dikenal dengan nama Teresia Maria ternyata memiliki kecintaan yang sangat mendalam akan Sakramen Ekaristi Kudus dan pengalaman akan Wajah Kudus Tuhan Yesus. Secara mendalam dua hal yang nantinya menjadi fundasi kehidupan spiritual Ibu Pendiri ini, hemat saya perlu dikontemplasi dalam setiap kegiatan atau usaha rohani, oleh karena kedua hal ini merupakan landasan utama bagi kehidupan setiap biarawan/wati atau semua rohaniwan. Dua hal ini boleh disebut sebagai sebuah starting point yang tidak saja melekat pada pribadi Ibu Pendiri, melainkan juga secara personal ada dalam seluruh ziarah kehidupan Kongregasi.
Terbaca dari sejarah kongregasi bahwa dua hal dasariah di atas yakni Kurnia Ekaristi dan anugerah penglihatan akan Wajah Kudus Tuhan sendiri, dijadikan sebagai panduan berdirinya Kongregasi, yang seterusnya direfleksi sebagai sebuah cikal bakal keselamatan bagi setiap anggota kongregasi, termasuk semua orang yang dilayani. Semenjak kecil, Ibu Pendiri Madre Maria Pia Mastena melihat Wajah Tuhan Yesus di antara kayu palang salib, yang seterusnya menjadi titik mula yang meneguhkan perjalanan iman dan pengharapan, untuk meretas sebuah jalan keselamatan, yang diletakkan Tuhan sendiri ke pundak Kongregasi Wajah Kudus. Madre Maria Pia tentunya mengenal sendiri, bahwa dari lubuk hatinya yang paling mendalam, ia diberikan kesempatan dari Tuhan sendiri untuk boleh mengalami bias kedekatannya dengan Tuhan yang diimani.
Ibu Pendiri mengalami berkali-kali Wajah Tuhan, baik secara kasat mata dengan disaksikan juga oleh sesama Suster, namun ada pula yang dialaminya secara diam-diam oleh karena terbungkus dalam kedalaman meditasi dan kontemplasi yang sangat pribadi dan amat menukik ke sela-sela kehidupan spiritual yang sulit terungkap  dengan kata-kata manusia yang terbatas. Saya yakin, acapkali berbagai pengalaman akan munculnya Wajah Kudus Tuhan Yesus itu berada pada peringkat relasi internal antara Madre Maria Pia dengan Tuhan yang telah menganugerahkan harta ‘mengalami Tuhan’ bagi dan hanyalah kepada orang-orang yang dinilai oleh Tuhan sendiri sebagai ‘insan yang layak’ mendapat penglihatan seperti itu.
Dari sejarah kongregasi anda terungkap bahwa ketika Kain Kafan dipamerkan di Kota Turin (Italia), Wajah Kudus Tuhan Yesus nampak secara cemerlang bagi Madre Maria Pia. Peristiwa ini boleh dikata sebagai anugerah Tuhan kepada Ibu Pendiri tersebab oleh kedekatannya yang sangat intensif dan amat istimewa dengan sumber dari segala sumber kebahagian dan pokok dari segala pedoman keselamatan hidup umat manusia. Fundasi atau dasar kehidupan rohani Madre Maria Pia ada pada keterbatasannya secara badani atau fisik untuk melukis perjumpaan dengan Wajah Kudus; namun Ibu Pendiri memiliki kekayaan bathin yang dihadiahkan Tuhan kepadanya tanpa diketahui secara lengkap oleh Ibu Pendiri sendiri.
Semuanya seakan terbukti ketika pada tahun 1902 Ibu Pendiri sendiri menulis sebuah doa tentang Wajah Kudus. Doa yang ditulis tentunya merupakan sebuah makna kehidupan akan sebuah perjumpaan rohani, yang pasti tidak seindah hakekat pengalaman rohani itu sendiri. Daya ingatan dan terlebih kata-kata manusia selalu tidak lengkap untuk mengurai inti mendalam dari perjumpaan spiritual yang dialami Ibu Pendiri berkenaan dengan revelasi Wajah Kudus. Biasanya hakekat di balik sesuatu yang tersembunyi, hanya bisa diduga secara rohani dari kajian spiritual yang serius untuk mendalami inti penyingkapan yang dialami subyek tertentu.
Untuk mencari jejak makna kehidupan, Madre Maria Pia tidak saja mengandalkan penglihatan tersebut, melainkan juga mencari jalan dan cara untuk mempertajam pengalamannya akan Yang Kudus. Karena itu Ibu Pendiri menyerahkan dirinya ke Hadirat Tuhan dengan jalan masuk Biara Para Suster Miserikordia (Verona). Makna kehidupan yang dicarinya tidak saja sebatas masuk biara, melainkan dengan tekun dan cermat ia berusaha untuk masuk lebih dalam ke lubuk setiap perjumpaan dengan realitas rohani yang kini nampak kepadanya secara kasat mata. Ketika ia masih sebagai novis, dengan ijin Pemimpin Biara dan Bapak Rohani, ia menyerahkan diri sebagai korban penyilihan dosa-dosa manusia.
Pada peringkat ini terlihat sebuah usaha yang sungguh serius dari Ibu Pendiri untuk terus masuk lebih dalam proses pengenalan akan hakekat atau inti terdalam dari penyingkapan ‘realitas Yang Ilahi’ dalam rupa Wajah Kudus Tuhan Yesus. Setelah mengikrarkan kaul-kaul kebiaraan ia diutus ke Miane (Treviso) sebagai pemimpin biara dan guru SD di wilayah tersebut. Di situlah ia berkarya selama 20 tahun lamanya dengan menunjukkan cintanya akan doa, dan lebih istimewa dalam adorasi Sakramen Mahakudus serta karya pelayanan di antara orang-orang kecil, sederhana, kaum miskin dan orang-orang sakit. Justru di dalam karya-karya pelayanan seperti inilah Ibu Pendiri dengan semakin terang benderang melihat Wajah Kudus Tuhan Yesus yang menderita.
Kemampuan Ibu Pendiri untuk melihat Wajah Kudus Tuhan sendiri dalam berbagai perspektif, ternyata semuanya memperteguh semua karya pelayanan yang dilakukannya selama hari-hari berada di antara semua orang yang diberi Tuhan kepadanya. Intensitas kehadiran manusia rapuh di Hadirat Allah selalu terungkap dalam berbagai hal yang acapkali tidak difahami secara penuh oleh analisis manusia yang hanya menggunakan akal, budi, kehendak dan perasaan yang terbatas dan rapuh! Kekayaan rohani dari perjumpaan dengan Yang Ilahi mustahil dirumuskan dengan kata-kata manusia yang terbatas dan tidak lengkap. Akal tidak mampu mendalami isi perjumpaan manusia dengan Wajah Tuhan yang Kudus dan Suci. Walau pada sisi tertentu, kemuliaan Tuhan senantiasa terbaca dengan terang dalam kerapuhan manusia dan kesementaraan segala yang terbatas di muka bumi. Pada perspektif ini dibutuhkan iman, seperti yang terlukis dalam diri Ibu Pendiri, Madre Maria Pia Mastena.

Ziarah Hidup Manusia
Ibu Pendiri seakan berziarah dari tugas yang satu ke tugas yang lain, dari tempat pelayanan yang satu ke tempat pelayanan berikut, juga dari pengalaman religius yang satu ke pengalaman religius yang lain, dari karya misi yang satu ke karya misi yang lainnya. Ibu Pendiri, selain melaksanakan karya pelayanan di antara orang-orang kecil, juga memiliki komitmen dan aktif menolong para calon imam serta memupuk panggilan religius dan misionaris. Bias atau efek perjumpaan dengan Wajah Kudus Tuhan Yesus dilukiskannya dengan indah dalam karya-karya pelayanan di antara sesama yang sungguh membutuhkan, sesuai refleksi spiritual yang dialaminya selama bertahun-tahun.
Untuk menyerahkan diri secara lebih utuh akan kontemplasi Misteri Allah, ia pindah Kongregasi dengan masuk Pertapaan Para Suster Cistercensi di Vittorio Veneto. Ia selanjutnya dibimbing oleh Uskup Eugenio Beccegato untuk mulai meretas secara teliti panggilan Allah dengan sentuhanNya yang mendalam untuk membangun tembok pendirian Kongregasi Wajah Kudus Tuhan Yesus. Pusat perhatian dalam ziarah perjalanan menuju puncak bedirinya Kongregasi baru ini diletakkan pada perjumpaannya yang kesekian kalinya dengan citra rohani Wajah Kudus Tuhan Yesus, yang meski tidak lengkap dirumuskan dalam bahasa manusia, namun selalu dialaminya dalam segala aspek perjumpaan dengan Realitas Yang Ilahi tersebut. Bukti akan keterbatasan manusia untuk merumuskan perjumpaan dengan Wajah Kudus Tuhan Yesus adalah ia selalu mengalami penderitaan fisik, ia banyak mengalami rasa sakit, berbagai kesulitan dan tantangan selalu dijumpainya dalam segala aspek kehidupan.
Inti dan hakekat setiap perjumpaan dengan Yang Ilahi selalu berbias pada keteguhan iman dan pengharapan akan Tuhan yang selalu memberi jalan dan memberikan bantuan yang pasti. Puncak dari ziarah Ibu Pendiri ketika berjuang untuk mengidentifikasi hakekat dari Wajah Kudus Tuhan yang selalu menunjuk diri kepadanya adalah berdirinya Kongregasi Para Suster Wajah Kudus di San Fior (Treviso) yang selanjutnya pada tahun 1947 kongregasi ini diakui oleh Gereja setempat menjadi Kongregasi Kepausan. Pada tahun 2005 Madre Pia Mastena digelar oleh Gereja sebagai Beata dan pestanya diperingati pada tanggal 27 Juni.
Pada dinding sejarah kehidupan spiritual masyarakat Kristiani secara umum selalu mengemuka pada setiap tahapan sejarah berbagai manusia dengan refleksi yang mendalam akan perjumpaan mereka dengan hakekat Yang Ilahi. Namun untuk mengungkap berbagai perjumpaan tersebut, sekali lagi selalu merupakan sesuatu yang tidak mudah. Ziarah kehidupn rohani Ibu Pendiri dapat dijadikan sebagai sebuah contoh akan citra manusia sebagai insan berbudi yang selalu setia mengikuti petunjuk Ilahi ketika mengalami penyingkapan rahasia Wajah Kudus Tuhan Yesus yang suci.
Kongregasi Wajah Kudus sebagai puncak temuan dari sebuah ziarah bertahun-tahun akan ‘kehausan manusia’ untuk berjumpa dengan Wajah Allah yang selalu dicari setiap orang. Inspirasi kehidupan yang selalu tidak mencukupi ketika berbagai manusia memang berjuang untuk mencari Wajah Allah, namun mereka mencari di tempat yang salah dengan tidak menyerahkan segala kepada Yang Tertinggi. Hal itu berbeda pada Ibu Pendiri Madre Pia Mastena, yang selalu dengan sukacita mempersembahkan semua penderitaan, segala pengalaman yang diterima dari Kelimpahan Ilahi Tuhan. Dari waktu ke waktu Ibu Pendiri memahami citra di balik revelasi Wajah Kudus dari Tuhan Yesus oleh karena komitmen dan konsistensi pribadi untuk mencari di balik fakta dan sejarah. Sejarah dan fakta bisa menipu, namun iman dan pengharapan kepada Tuhan yang hidup selalu melengkapi segala yang kurang, yang terdapat pada fakta sejarah tersebut.
Ziarah kehidupan Umat Allah ribuan tahun yang selalu diselimuti rasa haus dan lapar; yang tidak tersebab oleh karena ketiadaan makanan (lapar) dan ketiadaan minuman (haus). Model ‘rasa lapar’ dan ‘pengalaman haus’ yang diderita manusia dari abad ke abad, itu akarnya ada pada ‘kerinduan’ untuk berjumpa dengan Wajah Tuhan, yakni menyingkap secara kasat mata sebuah cahaya Wajah Kudus yang selalu merangkul dengan penuh kasih sayang.
Manusia dari waktu ke waktu terus mencari jalan untuk mengalami dari dekat kehangatan Cinta Tuhan yang menyata dalam WajahNya yang Kudus. Ungkapan Wajah Kudus sebetulnya mau menunjuk dimensi tidak kelihatan dari Tuhan sendiri, yang selalu hadir pada setiap pojok kehidupan umat manusia. Sebagai manusia, Ibu Pendiri selalu mencari dengan ‘mata alamiah’ akan kebenaran di balik perjumpaan yang dialaminya, ia juga ingin menemukan kepastian akan berbagai penderitaan yang dialami, yang mungkin terungkap secara kurang manusiawi dari sesama suster dan berbagai jenis manusia yang kurang atau bahkan tidak memahami perjumpaan yang sedang dialaminya berkali-kali. Setiap perjumpaan dengan Wajah Kudus Tuhan yang disembahnya selama ini senantiasa meneguhkan hati Ibu Pendiri untuk melakukan karya-karya amal dan pekerjaan terpuji yang pantas dan layak di hati sesama. Berbagai pengalaman rohani selalu terungkap dalam perlukisan akan citra seorang kudus yang diberi Tuhan kepada Kongregasi dalam karya yang menyenangkan semua orang. Pengalaman yang sama selalu memberikan pedoman bagi orang yang mengalaminya sebagai panduan untuk memperoleh kepastian akan hidup suci dan bermartabat di Hadirat Allah yang mahakuasa.
            Semua kejadian yang telah lewat berlalu, teristimewa berkenaan dengan kabar sukacita dari Tuhan, namun selalu berbias pada kesulitan dan persoalan serta berbagai penderitaan, Ibu Pendiri mengembalikannya ke pangkuan Kelimpahan Ilahi Tuhan yang kudus dengan menyusun komitmen dan konsistensi untuk hidup, berkarya dan mempersembahkan segala yang baik bagi orang lain dengan penuh iman. Dalam pribadi Ibu Pendiri dapat dibaca kebenaran dan iman akan kebesaran dan keagungan Tuhan, iman akan keperkasaan Allah yang pandai menulis lurus di atas garis-garis bengkok, walau manusia cerdik menulis bengkok di atas garis-garis lurus yang diciptakan Tuhan. “Kemuliaan Tuhan menyata dalam seluruh pri-hidup Ibu Pendiri sebagai sang peziarah ulung dalam Gereja, yang dengan cermat mampu  membaca Wajah Kudus Tuhan Yesus!
Ibu Pendiri Kongregasi ini Maria Pia Mastena telah melukis sebuah sejarah spiritualitas yang indah dan secuil pengalaman hidup rohani yang tidak tertandingi, di mana dalam segala sepak terjang ziarah hidupnya, ia sungguh telah bersaksi tentang Wajah Kudus Tuhan Yesus yang hidup. Ia menerima dan mengimani Tuhan dalam suasana kehidupan yang sederhana, apa adanya, tidak tambal sulam. Tuhan juga berkenan bagi hidup dan karya Ibu Pendiri, ketika dari waktu ke waktu ia memikul semua pengalaman hidup dan karya yang telah dipersiapkan Tuhan baginya.
Segala liku-liku hidup Ibu Pendiri yang khas bagai melodi indah untuk mewartakan Tuhan yang diimaninya, yang senantiasa setia memelihara dan membimbingnya. Ia memang menderita pada berbagai karya dan hidup pelayanan di antara orang-orang sederhana, namun lebih indah dari semuanya ia mendapat kesempatan untuk menderita bersama Tuhan yang diimani dan kemudian mensharingkannya dalam karya pelayanan di tengah orang-orang yang dijumpai sepanjang jalan kehidupan.   
Imannya yang teguh memberi gambaran yang paling paripurna akan Tuhan sebagai the invisible hand (tangan yang tak kelihatan) yang selalu menuntun ke padang rumput yang hijau, ke ziarah hidup yang berkenan bagi Pencipta dan Khalik yang selalu pandai mengkaji yang cermat pada rana sejarah kehidupan manusia rapuh. Imannya yang perkasa kepada peran dan tempat Bunda Maria dalam seluruh perjalanan hidupnya sangat mendominasi citra hidup spiritualitasnya yang khas.
Benar sekali, Tuhan sangat pandai menulis lurus di atas garis-garis sejarah manusia yang bengkok, meski manusia dengan akal-budi kehendak dan perasaannya yang rapuh sangat lihai menulis bengkok di atas garis-garis lurus kehidupan manusia yang semenjak awal dicipta Tuhan. Terhadap semuanya, Ibu Pendiri sangat cerdas mengungkap berbagai pengalaman religius pada setiap perjumpaannya dengan Wajah Kudus Tuhan Yesus.  Kunci untuk mempelajari pengalaman religius Ibu Pendiri adalah masuk lebih dalam untuk mengkontemplasi segala perjumpaan yang pernah dialami Ibu Pendiri. Cara seperti ini juga pada sisi tetentu sebagai hal sangat mendasar untuk menghadapi berbagai persoalan pada jaman kini. Jangan berkeberatan untuk berdoa, setia mendaraskan ‘doa-doa pendek’ yang dulu disebut doa tikam atau doa Yesus; pada setiap kata doa terhadap Yesus, akan tampak bagi kita WajahNya yang kudus dan tak bercela. 
Dari berbagai pengalaman religius Ibu Pendiri, dapat dikatakan di sini sekali lagi bahwa kehidupan manusia dapat berliku dan sulit difahami oleh karena keterbatasan kemampuan manusia, namun di atas segala-gala kebesaran dan kemuliaan Tuhan tidak pernah tertandingi segala tipu daya manusia dalam jaman macam manapun. Benar, Ibu Pendiri telah mengalami kebesaran dan kemuliaan Tuhan. Ia merasa sangat dekat dengan Tuhan oleh karena iman dan pengharapannya senantiasa diletakkan pada pangkuan Kelimpahan Ilahi Tuhan yang kudus! Ibu Pendiri sangat berkenan di hati Allah, oleh karena WajahNya yang kudus nampak secara gemilang bagi mata dan indera Ibu Pendiri.
Tuhan semenjak awal telah memberi lingkungan yang baik agar hambanya – Ibu Maria Pia Mastena – dapat berkembang, tidak saja dalam mengimani Tuhan yang hidup, melainkan untuk menceritakan Kasih Tuhan yang lestari kepada setiap orang yang dijumpai sepanjang sejarah kehidupannya. Seluruh kehidupannya telah menjadi alasan pokok untuk memetik ‘karya besar Tuhan’, baik yang terpercik dalam dirinya yang rapuh, maupun di sela-sela kehidupan bersama orang-orang yang dilayani.
Sepintas dari sepenggal kata refleksi dan perjumpaannya dengan Wajah Kudus Tuhan Yesus, sebetulnya di sana tersingkap keterbukaannya pada Kehendak Tuhan yang terbukti dari kehidupannya, termasuk berbagai penderitaan yang dialaminya. Hal yang sungguh indah terlukis dalam dirinya, penyerahan diri tanpa tanggung-tanggung ke atas pengakuan ‘kebesaran karya Tuhan’ yang kuasa.
 Pt. Gregorius SVD