Citra
Hidup Pendiri Kongregasi
Madre
Maria Pia Mastena
Mrk 4: 30 – 34
Pengantar
Di sela-sela merefleksi dan merenung, berikut beberapa catatan
penting untuk mengambil makna serta nilai spiritual dalam kehidupan Pendiri
Kongregasi, Madre Maria Pia Mastena. Terdapat banyak titik harapan dalam
kehidupan Ibu Pendiri, yang hemat saya mestinya selalu harus diperbaharui dalam
refleksi, meditasi dan kontemplasi agar di tengah kehidupan yang semakin
pragmatis, kita selalu memperoleh peneguhan iman dan pengharapan.
Sebelumnya, mari kita mendengar sebuah meditasi yang
diambil dari Pengakuan St. Agustinus mengenai
Hal-Hal yang Kuketahui, hal 91.
Tuhan, Engkaulah yang
menilai aku.
Di dalam manusia terdapat hal-hal
yang tidak diketahui oleh manusia itu sendiri.
Engkau mengetahui segala sesuatu tentang manusia,
karena Engkaulah yang menciptakannya.
Dan betapapun aku menyadari kehinaanku di hadapan-Mu,
namun tentang Engkau aku mengetahui sesuatu
yang tidak kuketahui dari diriku sendiri.
Tak ada sesuatu ataupun seorang yang dapat
menandingi Dikau, sedangkan aku tidak
mengetahui dalam hal mana
aku dapat atau tak dapat bertahan.
Namun Engkau adalah setia dan Engkau pun tidak
membiarkan kami dicobai melampaui kemampuan kami.
Dan bersamaan dengan cobaan itu
Engkau menyediakan
juga penyelamatan
sehingga kami pun dapat bertahan.
Maka aku mau mengakui apa saja yang kuketahui
tentang diriku dan juga apa yang tidak kuketahui
tentang diriku.
Apa yang kuketahui, kuketahui berkat terang-Mu.
Dan apa yang tidak kuketahui, akan kuketahui kelak
bila kegelapan akan lenyap di hadapan terangMu
bagaikan siang.
Tak ada keragu-raguan lagi,
bahkan sepasti-pastinya, ialah bahwa aku mencintai
Dikau.
Dengan Sabda-Mu Engkau telah menyentuh hatiku
lalu aku mulai mencintai Dikau.
Tetapi dari segala fihak kudengar juga sorga, bumi
dan seluruh isinya berkata kepadaku
bahwa aku harus mencintai Dikau.
Mereka menyerukan itu kepada tiap orang,
sehingga tak ada seorangpun dapat dimaafkan.
Terhadap mereka yang telah memperoleh
Belaskasihan-Mu
Engkau akan semakin menunjukkan belaskasihan,
dan terhadap mereka yang telah memperoleh
belaksihan-Mu
Engkau akan semakin menunjukkan
kasih sayang-Mu.
Sekiranya tidaklah demikian,
maka sia-sialah langit dan bumi
mengumandangkan pujian-Mu
Mengenang Makna Kehidupan
Madre Maria lahir di Italy, sebuah lokasi pilihan Tuhan sendiri bagi
Ibu Pendiri, yakni Bovolone pada tanggal 7 Desember 1881 dan wafat pada 28 Juni
1951, sebuah rentang waktu keselamatan yang sangat istimewa dan khas. Dikatakan
‘istimewa’ oleh karena Tuhan sendiri memberi kepada beliau untuk
mempersembahkan segala yang terpuji dan terpandang bagi kehidupannya dan kongregasi
yang didirikannya. Lalu disebut ‘khas’ oleh karena anugerah Tuhan yang sungguh
perkasa dijalaninya dengan dan dalam kehidupannya yang sederhana, rapuh dan
biasa.
Bocah yang pada awal dikenal dengan nama Teresia Maria
ternyata memiliki kecintaan yang sangat mendalam akan Sakramen Ekaristi Kudus
dan pengalaman akan Wajah Kudus Tuhan Yesus. Secara mendalam dua hal yang
nantinya menjadi fundasi kehidupan spiritual Ibu Pendiri ini, hemat saya perlu
dikontemplasi dalam setiap kegiatan atau usaha rohani, oleh karena kedua hal
ini merupakan landasan utama bagi kehidupan setiap biarawan/wati atau semua
rohaniwan. Dua hal ini boleh disebut sebagai sebuah starting point yang tidak saja melekat pada pribadi Ibu Pendiri,
melainkan juga secara personal ada dalam seluruh ziarah kehidupan Kongregasi.
Terbaca dari sejarah kongregasi bahwa dua hal dasariah
di atas yakni Kurnia Ekaristi dan anugerah penglihatan akan Wajah Kudus Tuhan
sendiri, dijadikan sebagai panduan berdirinya Kongregasi, yang seterusnya
direfleksi sebagai sebuah cikal bakal keselamatan bagi setiap anggota
kongregasi, termasuk semua orang yang dilayani. Semenjak kecil, Ibu Pendiri
Madre Maria Pia Mastena melihat Wajah Tuhan Yesus di antara kayu palang salib,
yang seterusnya menjadi titik mula yang meneguhkan perjalanan iman dan
pengharapan, untuk meretas sebuah jalan keselamatan, yang diletakkan Tuhan
sendiri ke pundak Kongregasi Wajah Kudus. Madre Maria Pia tentunya mengenal
sendiri, bahwa dari lubuk hatinya yang paling mendalam, ia diberikan kesempatan
dari Tuhan sendiri untuk boleh mengalami bias kedekatannya dengan Tuhan yang
diimani.
Ibu Pendiri mengalami berkali-kali Wajah Tuhan, baik
secara kasat mata dengan disaksikan juga oleh sesama Suster, namun ada pula
yang dialaminya secara diam-diam oleh karena terbungkus dalam kedalaman
meditasi dan kontemplasi yang sangat pribadi dan amat menukik ke sela-sela
kehidupan spiritual yang sulit terungkap
dengan kata-kata manusia yang terbatas. Saya yakin, acapkali berbagai
pengalaman akan munculnya Wajah Kudus Tuhan Yesus itu berada pada peringkat
relasi internal antara Madre Maria Pia dengan Tuhan yang telah menganugerahkan
harta ‘mengalami Tuhan’ bagi dan hanyalah kepada orang-orang yang dinilai oleh
Tuhan sendiri sebagai ‘insan yang layak’ mendapat penglihatan seperti itu.
Dari sejarah kongregasi anda terungkap bahwa ketika Kain
Kafan dipamerkan di Kota Turin (Italia), Wajah Kudus Tuhan Yesus nampak secara
cemerlang bagi Madre Maria Pia. Peristiwa ini boleh dikata sebagai anugerah
Tuhan kepada Ibu Pendiri tersebab oleh kedekatannya yang sangat intensif dan
amat istimewa dengan sumber dari segala sumber kebahagian dan pokok dari segala
pedoman keselamatan hidup umat manusia. Fundasi atau dasar kehidupan rohani
Madre Maria Pia ada pada keterbatasannya secara badani atau fisik untuk melukis
perjumpaan dengan Wajah Kudus; namun Ibu Pendiri memiliki kekayaan bathin yang
dihadiahkan Tuhan kepadanya tanpa diketahui secara lengkap oleh Ibu Pendiri
sendiri.
Semuanya seakan terbukti ketika pada tahun 1902 Ibu
Pendiri sendiri menulis sebuah doa tentang Wajah Kudus. Doa yang ditulis
tentunya merupakan sebuah makna kehidupan akan sebuah perjumpaan rohani, yang
pasti tidak seindah hakekat pengalaman rohani itu sendiri. Daya ingatan dan
terlebih kata-kata manusia selalu tidak lengkap untuk mengurai inti mendalam
dari perjumpaan spiritual yang dialami Ibu Pendiri berkenaan dengan revelasi Wajah Kudus. Biasanya hakekat
di balik sesuatu yang tersembunyi, hanya bisa diduga secara rohani dari kajian
spiritual yang serius untuk mendalami inti penyingkapan yang dialami subyek
tertentu.
Untuk mencari jejak makna kehidupan, Madre Maria Pia
tidak saja mengandalkan penglihatan tersebut, melainkan juga mencari jalan dan
cara untuk mempertajam pengalamannya akan Yang Kudus. Karena itu Ibu Pendiri
menyerahkan dirinya ke Hadirat Tuhan dengan jalan masuk Biara Para Suster
Miserikordia (Verona). Makna kehidupan yang dicarinya tidak saja sebatas masuk
biara, melainkan dengan tekun dan cermat ia berusaha untuk masuk lebih dalam ke
lubuk setiap perjumpaan dengan realitas
rohani yang kini nampak kepadanya secara kasat mata. Ketika ia masih
sebagai novis, dengan ijin Pemimpin
Biara dan Bapak Rohani, ia menyerahkan diri sebagai korban penyilihan dosa-dosa
manusia.
Pada peringkat ini terlihat sebuah usaha yang sungguh
serius dari Ibu Pendiri untuk terus masuk lebih dalam proses pengenalan akan
hakekat atau inti terdalam dari penyingkapan ‘realitas Yang Ilahi’ dalam rupa
Wajah Kudus Tuhan Yesus. Setelah mengikrarkan kaul-kaul kebiaraan ia diutus ke Miane
(Treviso) sebagai pemimpin biara dan guru SD di wilayah tersebut. Di situlah ia
berkarya selama 20 tahun lamanya dengan menunjukkan cintanya akan doa, dan lebih
istimewa dalam adorasi Sakramen Mahakudus serta karya pelayanan di antara
orang-orang kecil, sederhana, kaum miskin dan orang-orang sakit. Justru di
dalam karya-karya pelayanan seperti inilah Ibu Pendiri dengan semakin terang
benderang melihat Wajah Kudus Tuhan Yesus yang menderita.
Kemampuan Ibu Pendiri untuk melihat Wajah Kudus Tuhan
sendiri dalam berbagai perspektif, ternyata semuanya memperteguh semua karya
pelayanan yang dilakukannya selama hari-hari berada di antara semua orang yang
diberi Tuhan kepadanya. Intensitas kehadiran manusia rapuh
di Hadirat Allah selalu terungkap dalam berbagai hal yang acapkali tidak
difahami secara penuh oleh analisis manusia yang hanya menggunakan akal, budi,
kehendak dan perasaan yang terbatas dan rapuh! Kekayaan rohani dari perjumpaan
dengan Yang Ilahi mustahil dirumuskan dengan kata-kata manusia yang terbatas
dan tidak lengkap. Akal tidak mampu mendalami isi perjumpaan manusia dengan
Wajah Tuhan yang Kudus dan Suci. Walau pada sisi tertentu, kemuliaan Tuhan
senantiasa terbaca dengan terang dalam kerapuhan manusia dan kesementaraan
segala yang terbatas di muka bumi. Pada perspektif ini dibutuhkan iman, seperti
yang terlukis dalam diri Ibu Pendiri, Madre Maria Pia Mastena.
Ziarah Hidup Manusia
Ibu Pendiri seakan berziarah dari tugas yang satu ke
tugas yang lain, dari tempat pelayanan yang satu ke tempat pelayanan berikut,
juga dari pengalaman religius yang satu ke pengalaman religius yang lain,
dari karya misi yang satu ke karya misi yang lainnya. Ibu Pendiri, selain
melaksanakan karya pelayanan di antara orang-orang kecil, juga memiliki
komitmen dan aktif menolong para calon imam serta memupuk panggilan religius
dan misionaris. Bias atau efek perjumpaan dengan Wajah Kudus Tuhan Yesus
dilukiskannya dengan indah dalam karya-karya pelayanan di antara sesama yang
sungguh membutuhkan, sesuai refleksi spiritual yang dialaminya selama
bertahun-tahun.
Untuk menyerahkan diri secara lebih utuh akan
kontemplasi Misteri Allah, ia pindah Kongregasi dengan masuk Pertapaan Para
Suster Cistercensi di Vittorio Veneto. Ia selanjutnya dibimbing oleh Uskup
Eugenio Beccegato untuk mulai meretas secara teliti panggilan Allah dengan
sentuhanNya yang mendalam untuk membangun tembok pendirian Kongregasi Wajah
Kudus Tuhan Yesus. Pusat perhatian dalam ziarah perjalanan menuju puncak
bedirinya Kongregasi baru ini diletakkan pada perjumpaannya yang kesekian
kalinya dengan citra rohani Wajah Kudus Tuhan Yesus, yang meski tidak lengkap
dirumuskan dalam bahasa manusia, namun selalu dialaminya dalam segala aspek
perjumpaan dengan Realitas Yang Ilahi tersebut. Bukti akan keterbatasan manusia
untuk merumuskan perjumpaan dengan Wajah Kudus Tuhan Yesus adalah ia selalu
mengalami penderitaan fisik, ia banyak mengalami rasa sakit, berbagai kesulitan
dan tantangan selalu dijumpainya dalam segala aspek kehidupan.
Inti dan hakekat setiap perjumpaan dengan Yang Ilahi
selalu berbias pada keteguhan iman dan pengharapan akan Tuhan yang selalu
memberi jalan dan memberikan bantuan yang pasti. Puncak dari ziarah Ibu Pendiri
ketika berjuang untuk mengidentifikasi hakekat dari Wajah Kudus Tuhan yang
selalu menunjuk diri kepadanya adalah berdirinya Kongregasi Para Suster Wajah
Kudus di San Fior (Treviso) yang selanjutnya pada tahun 1947 kongregasi ini
diakui oleh Gereja setempat menjadi Kongregasi Kepausan. Pada tahun 2005 Madre
Pia Mastena digelar oleh Gereja sebagai Beata dan pestanya diperingati pada
tanggal 27 Juni.
Pada dinding sejarah kehidupan spiritual masyarakat
Kristiani secara umum selalu mengemuka pada setiap tahapan sejarah berbagai
manusia dengan refleksi yang mendalam akan perjumpaan mereka dengan hakekat
Yang Ilahi. Namun untuk mengungkap berbagai perjumpaan tersebut, sekali lagi
selalu merupakan sesuatu yang tidak mudah. Ziarah kehidupn rohani Ibu Pendiri
dapat dijadikan sebagai sebuah contoh akan citra manusia sebagai insan berbudi
yang selalu setia mengikuti petunjuk Ilahi ketika mengalami penyingkapan
rahasia Wajah Kudus Tuhan Yesus yang suci.
Kongregasi Wajah Kudus sebagai puncak temuan dari sebuah
ziarah bertahun-tahun akan ‘kehausan manusia’ untuk berjumpa dengan Wajah Allah
yang selalu dicari setiap orang. Inspirasi kehidupan yang selalu tidak
mencukupi ketika berbagai manusia memang berjuang untuk mencari Wajah Allah,
namun mereka mencari di tempat yang salah dengan tidak menyerahkan segala
kepada Yang Tertinggi. Hal itu berbeda pada Ibu Pendiri Madre Pia Mastena, yang
selalu dengan sukacita mempersembahkan semua penderitaan, segala pengalaman
yang diterima dari Kelimpahan Ilahi Tuhan. Dari waktu ke waktu Ibu Pendiri
memahami citra di balik revelasi Wajah Kudus dari Tuhan Yesus oleh karena komitmen
dan konsistensi pribadi untuk mencari di balik fakta dan sejarah. Sejarah dan
fakta bisa menipu, namun iman dan pengharapan kepada Tuhan yang hidup selalu
melengkapi segala yang kurang, yang terdapat pada fakta sejarah tersebut.
Ziarah kehidupan Umat Allah ribuan tahun yang selalu
diselimuti rasa haus dan lapar; yang tidak tersebab oleh karena ketiadaan
makanan (lapar) dan ketiadaan minuman (haus). Model ‘rasa lapar’ dan
‘pengalaman haus’ yang diderita manusia dari abad ke abad, itu akarnya ada pada
‘kerinduan’ untuk berjumpa dengan Wajah Tuhan, yakni menyingkap secara kasat
mata sebuah cahaya Wajah Kudus yang selalu merangkul dengan penuh kasih sayang.
Manusia dari waktu ke waktu terus mencari jalan untuk
mengalami dari dekat kehangatan Cinta Tuhan yang menyata dalam WajahNya yang
Kudus. Ungkapan Wajah Kudus sebetulnya mau menunjuk dimensi tidak kelihatan
dari Tuhan sendiri, yang selalu hadir pada setiap pojok kehidupan umat manusia.
Sebagai manusia, Ibu Pendiri selalu mencari dengan ‘mata alamiah’ akan
kebenaran di balik perjumpaan yang dialaminya, ia juga ingin menemukan
kepastian akan berbagai penderitaan yang dialami, yang mungkin terungkap secara
kurang manusiawi dari sesama suster dan berbagai jenis manusia yang kurang atau
bahkan tidak memahami perjumpaan yang sedang dialaminya berkali-kali. Setiap
perjumpaan dengan Wajah Kudus Tuhan yang disembahnya selama ini senantiasa
meneguhkan hati Ibu Pendiri untuk melakukan karya-karya amal dan pekerjaan
terpuji yang pantas dan layak di hati sesama. Berbagai pengalaman rohani selalu
terungkap dalam perlukisan akan citra seorang kudus yang diberi Tuhan kepada
Kongregasi dalam karya yang menyenangkan semua orang. Pengalaman yang sama
selalu memberikan pedoman bagi orang yang mengalaminya sebagai panduan untuk memperoleh
kepastian akan hidup suci dan bermartabat di Hadirat Allah yang mahakuasa.
Semua kejadian yang
telah lewat berlalu, teristimewa berkenaan dengan kabar sukacita dari Tuhan,
namun selalu berbias pada kesulitan dan persoalan serta berbagai penderitaan,
Ibu Pendiri mengembalikannya ke pangkuan Kelimpahan Ilahi Tuhan yang kudus
dengan menyusun komitmen dan konsistensi untuk hidup, berkarya dan
mempersembahkan segala yang baik bagi orang lain dengan penuh iman. Dalam
pribadi Ibu Pendiri dapat dibaca kebenaran dan iman akan kebesaran dan
keagungan Tuhan, iman akan keperkasaan Allah yang pandai menulis lurus di atas
garis-garis bengkok, walau manusia cerdik menulis bengkok di atas garis-garis
lurus yang diciptakan Tuhan. “Kemuliaan Tuhan menyata dalam seluruh pri-hidup Ibu
Pendiri sebagai sang peziarah ulung dalam Gereja, yang dengan cermat mampu membaca Wajah Kudus Tuhan Yesus!
Ibu Pendiri Kongregasi ini Maria Pia Mastena telah
melukis sebuah sejarah spiritualitas yang indah dan secuil pengalaman hidup
rohani yang tidak tertandingi, di mana dalam segala sepak terjang ziarah
hidupnya, ia sungguh telah bersaksi tentang Wajah Kudus Tuhan Yesus yang hidup.
Ia menerima dan mengimani Tuhan dalam suasana kehidupan yang sederhana, apa
adanya, tidak tambal sulam. Tuhan juga berkenan bagi hidup dan karya Ibu
Pendiri, ketika dari waktu ke waktu ia memikul semua pengalaman hidup dan karya
yang telah dipersiapkan Tuhan baginya.
Segala liku-liku hidup Ibu Pendiri yang khas bagai melodi indah untuk mewartakan Tuhan yang
diimaninya, yang senantiasa setia memelihara dan membimbingnya. Ia memang
menderita pada berbagai karya dan hidup pelayanan di antara orang-orang
sederhana, namun lebih indah dari semuanya ia mendapat kesempatan untuk
menderita bersama Tuhan yang diimani dan kemudian mensharingkannya dalam karya
pelayanan di tengah orang-orang yang dijumpai sepanjang jalan kehidupan.
Imannya yang teguh memberi gambaran yang paling
paripurna akan Tuhan sebagai the
invisible hand (tangan yang tak kelihatan) yang selalu menuntun ke padang
rumput yang hijau, ke ziarah hidup yang berkenan bagi Pencipta dan Khalik yang
selalu pandai mengkaji yang cermat pada rana sejarah kehidupan manusia rapuh. Imannya
yang perkasa kepada peran dan tempat Bunda Maria dalam seluruh perjalanan
hidupnya sangat mendominasi citra hidup spiritualitasnya yang khas.
Benar sekali, Tuhan sangat pandai menulis lurus di atas
garis-garis sejarah manusia yang bengkok, meski manusia dengan akal-budi
kehendak dan perasaannya yang rapuh sangat lihai menulis bengkok di atas
garis-garis lurus kehidupan manusia yang semenjak awal dicipta Tuhan. Terhadap
semuanya, Ibu Pendiri sangat cerdas mengungkap berbagai pengalaman religius
pada setiap perjumpaannya dengan Wajah Kudus Tuhan Yesus. Kunci untuk mempelajari pengalaman religius
Ibu Pendiri adalah masuk lebih dalam untuk mengkontemplasi segala perjumpaan
yang pernah dialami Ibu Pendiri. Cara seperti ini juga pada sisi tetentu
sebagai hal sangat mendasar untuk menghadapi berbagai persoalan pada jaman
kini. Jangan berkeberatan untuk berdoa, setia mendaraskan ‘doa-doa pendek’ yang
dulu disebut doa tikam atau doa Yesus; pada setiap kata doa terhadap
Yesus, akan tampak bagi kita WajahNya yang kudus dan tak bercela.
Dari berbagai pengalaman religius Ibu Pendiri, dapat
dikatakan di sini sekali lagi bahwa kehidupan manusia dapat berliku dan sulit
difahami oleh karena keterbatasan kemampuan manusia, namun di atas segala-gala kebesaran dan kemuliaan Tuhan tidak pernah tertandingi segala tipu daya manusia
dalam jaman macam manapun. Benar, Ibu Pendiri telah mengalami kebesaran dan
kemuliaan Tuhan. Ia merasa sangat dekat dengan Tuhan oleh karena iman dan
pengharapannya senantiasa diletakkan pada pangkuan Kelimpahan Ilahi Tuhan yang
kudus! Ibu Pendiri sangat berkenan di hati Allah, oleh karena WajahNya yang
kudus nampak secara gemilang bagi mata dan indera Ibu Pendiri.
Tuhan semenjak awal telah memberi lingkungan yang baik
agar hambanya – Ibu Maria Pia Mastena – dapat berkembang, tidak saja dalam
mengimani Tuhan yang hidup, melainkan untuk menceritakan Kasih Tuhan yang
lestari kepada setiap orang yang dijumpai sepanjang sejarah kehidupannya.
Seluruh kehidupannya telah menjadi alasan pokok untuk memetik ‘karya besar
Tuhan’, baik yang terpercik dalam dirinya yang rapuh, maupun di sela-sela
kehidupan bersama orang-orang yang dilayani.
Sepintas dari sepenggal kata refleksi
dan perjumpaannya dengan Wajah Kudus Tuhan Yesus, sebetulnya di sana tersingkap
keterbukaannya pada Kehendak Tuhan yang
terbukti dari kehidupannya, termasuk berbagai penderitaan yang dialaminya. Hal
yang sungguh indah terlukis dalam dirinya, penyerahan diri tanpa
tanggung-tanggung ke atas pengakuan ‘kebesaran karya Tuhan’ yang kuasa.
Pt. Gregorius SVD