Nuansa Kehidupan Ibu
Pendiri
Madre Maria Pia Mastena
Dalam Kaca Refleksi Kritis
Mrk 6:
1 – 6a
Pengantar
Renungan berikut merupakan lanjutan dari refleksi sebelumnya
mengenai citra kehidupan Ibu Pendiri dalam beberapa perspektif. Titik tuju pada
renungan ini bertolak dari dinding sejarah yang telah dilukis Ibu Pendiri,
dimana darinya kita menemukan kekuatan untuk bertahan dalam Kongregasi yang
didirikannya dalam bingkai Wajah Kudus yang terpancar dan mengalir dari
Kelimpahan Allah yang Mahakuasa. Pada sisi tertentu, renungan ini merupakan
refleksi kami sendiri dengan melihat struktur dasar kehidupan spiritual Ibu
Pendiri, sebagaimana yang dikenang dalam bacaan-bacaan dan doa-doa
kongregasi.
Sebelumnya, mari kita mendengar sebuah jeritan hati St.
Agustinus berjudul Tidak Tertera Pada
Bintang-Bintang (hal 47):
Aku telah menolak ramalan-ramalan yang menipu
dan ketololan para ahli perbintangan yang tidak
percaya akan Allah.
Sama sekali tak terbukti suatu keahlian
meramalkan masa depan,
kecuali dugaan-dugaan orang yang
tidak jarang mengandung nilai suatu ramalan;
asal saja dibicarakan banyak,
maka selalu ada sesuatu yang cocok.
Aku yakin bahwa semuanya ini menertawakan dan
omong kosong.
mencatat letaknya bintang-bintang,
jika ternak mereka beranak,
untuk mendapat pengalaman dengan keahlian
mereka itu.
Aku ingin menantang dan mencemoohkan
orang-orang itu,
yang dalam hal ini mencari sumber nafkah mereka.
Dan apabila ucapan-ucapan mereka
ternyata cocok,
maka hal itu bukan berdasarkan ilmu pengetahuan
atau keahlian.
melainkan semata-mata kebetulan;
dan apabila ucapan-ucapan itu ternyata
tidak cocok,
maka hal itu bukan berdasarkan kesalahan
yang dibuatnya,
melainkan karena kebohongan secara kebetulan.
Akan tetapi Engkau, Ya Tuhan
Penguasa yang mahaadil atas seluruh jagat raya,
telah mencipta dengan ilham-ilhamMu
yang tidak nampak,
di luar pengetahuan para astrolog dan para
pelanggan mereka;
dengan demikian tiap orang dapat mengetahui
apa yang harus diketahuinya.
Maka janganlah seorang bertanya apa artinya ini?
Atau, apa gunanya ini?
Janganlah berbicara demikian,
Sungguh tak patut berbicara demikian,
Sebab engkau adalah seorang manusia.
Pandai Membaca Tanda Jaman
Kisah kehidupan Ibu Pendiri selalu diawali dengan sebuah gambaran
kasat mata akan koinsidensi kehidupannya, dan ziarah kerohanian yang diarungi
secara berbeda, yang boleh dikata terbilang sangat luar biasa pada satu sisi
dan pada pihak lain sangat dramatis. Kita tidak mengulang-tutur tentang kisah
kelahirannya, namun sangat menarik doa-doa Kongregasi yang merupakan percikan
spiritual dari sebuah perjumpaan sangat indah dari Ibu Pendiri, yang kemudian
diwariskan kepada semua anggota Kongregasi.
Drama kehidupan dan ziarah pengalaman religious yang
tercetus dalam kata-kata doa yang terucap, merupakan kekuatan dari ziarah
berbagai manusia di sepanjang pengalaman ribuan tahun dalam peta perjalanan
bangsa manusia pada dinding sejarah peradaban setiap insan berbudi. Tiga
penggal sub-kalimat yang hemat saya merupakan kunci pencarian yang ‘tiada
henti’ dari bangsa manusia untuk berjumpa dengan Wajah Kudus Tuhan Yesus
Kristus adalah (1) Tuhan, kami telah
melihat cahaya WajahMu; (2) Tuhan kami berjalan dalam Cahaya WajahMu; dan
(3) Tuhan janganlah Kausembunyikan
WajahMu daripadaku.
Penggal sub-kalimat pertama merupakan persepsi manusia
yang telah sukses berjumpa dengan Wajah Kudus Tuhan Yesus, namun sebetulnya
terdapat kendala natural untuk mengungkapkan secara kasat mata inti dan hakekat
dari dua hal berikut: (1) isi dari perjumpaan dan (2) hakekat dari Wajah Kudus.
Lazim terjadi bahwa manusia dengan berbagai keterbatasan, hanya sampai pada
mengakui kelemahan dan keterbatasan manusiawinya, lalu tidak meluangkan waktu
untuk mendalami dua hal di atas. Sebagai gantinya maka terungkap pengakuan
‘Kami telah melihat cahaya WajahMu’. Istilah telah melihat tidak tertuju pada
model penglihatan natural dengan menggunakan alat indera penglihatan ‘mata
manusia’ melainkan hanyalah ‘mata iman’.
Meski hanyalah mata iman yang menjadi landasan untuk
percaya akan bias dari perjumpaan dengan Wajah Kudus Tuhan Yesus, namun
kekuatan itu memberi nafas baru untuk boleh berjalan ke depan. Mata iman selalu dengan cermat memberi arah
yang pasti bagi setiap peziarah, terlebih di tengah kehiduan yang semakin modern.
Kekuatan yang terkisah dari semua perjumpaan dengan Wajah Kudus Tuhan Yesus
selalu memberi kepuasan oleh karena tidak saja mampu memberi arahan yang benar
dan tepat mengenai kehidupan yang benar, melainkan juga memberi kebahagiaan dan
keselamatan. Pengalaman akan Wajah Kudus selalu memberi irama kehidupan yang
pasti dan tepat, dimana seseorang dimampukan untuk sanggup membaca tanda-tanda
dan kebutuhan jaman yang dialami manusia dalam masyarakat setiap hari.
Terungkap dalam sejarah kehidupan Ibu Pendiri bahwa pada
setiap keinginan untuk melihat Wajah Kudus Tuhan Yesus selalu terselip pula
sebuah misi kemanusiaan, yakni keinginan azasi dari Gereja untuk terus-menerus
mencari sesuai dengan janji Injili akan terlaksananya misteri karya Keselamatan
Allah. Setiap perjumpaan dengan Wajah Kudus selalu meninggalkan pesan missioner
akan karya-karya keselamatan yang praktis dan konkret, yakni karya yang dapat
membawa penyilihan dosa-dosa dan membebaskan sesama dari cengkeraman ketakutan
akan bahaya dosa. Karya kerasulan Gereja selalu diperbaharui pada setiap kali
terjadi perjumpaan Ibu Pendiri dengan Wajah Kudus Tuhan Yesus. Perjumpaan
dengan Wajah Kudus, walau pada satu sisi sangat pribadi, namun memberi efek
kerasulan oleh karena memberi tanda-tanda positif bagi perbaikan dan
pembangunan agenda karya Kerasulan Gereja di antara para bangsa.
Citra karya Gereja hendaknya diletakkan pada pelana
panggilan Gereja secara umum, yakni menjadi mitra dan rekan kerja Tuhan Yesus
sendiri. Dalam pespektif Kongregasi Wajah Kudus, karya kerasulan Gereja secara
universal terungkap dalam charisma kongregasi, yang dirumuskan dalam tiga kata
berikut: menyebarkan, menyilih dan memulihkan. Kata pertama tentunya tertuju pada usaha untuk menyebar-luaskan
citra perjumpaan dengan Wajah Kudus kepada jiwa-jiwa. Dalam arti manusia dalam
kondisi seadanya selalu sedang dicari oleh Tuhan, dan rasa rindu rohani selalu
menyertai Tuhan untuk berjumpa dengan manusia dalam suasana kehidupannya yang
biasa. Kebenaran mengenai rasa rindu Tuhan yang selalu ingin berjumpa dengan
manusia harus disebar-luaskan kepada semua orang. Terlebih ketika sesama
mengalami kesulitan dan persoalan serta tantangan dalam kehidupannya, mereka
harus disadarkan akan ‘betapa’ Tuhan selalu rindu untuk berjumpa dengan mereka
dalam suasana kehidupan mereka yang sederhana dan biasa.
Kata kedua, ‘menyilih’ langsung merujuk pada usaha untuk membuat sesuatu
tindakan yang bermakna bagi jiwa-jiwa yang melarat dan menderita. Reaksi rohani
yang hendaknya diperhatikan adalah tidak menunda-nunda kesempatan untuk
memperbaiki nasib mereka yang sungguh membutuhkan bantuan: kegiatan kerasulan
yang meringankan beban hidup orang lain, tindakan pelayanan yang memberi
inspirasi dan optimisme untuk menjadikan hidup bermanfaat bagi orang lain.
Tugas dan pekerjaan untuk menyilih akan menjadi tuntas dan menghasilkan buah
yang nyata kalau semuanya dilaksanakan dalam perspektif Tuhan sendiri oleh
karena kekuatan manusia tidak berdaya untuk melakukan tugas dan misi yang sama.
Penyilihan yang lengkap tidak saja sebatas tindakan fisik dan manusiawi,
melainkan harus lebih dalam, yakni kegiatan yang berkenaan dengan tindakan
rohani atau spiritual.
Kata ketiga, memulihkan merupkan puncak dan hasil dari sebuah ziarah karya di
antara orang-orang miskin dan melarat. Pemulihan dari luka-luka selalu merupakan
sebuah hasil karya dari tindakan ‘melakukan silih’. Kendati sering terjadi
bahwa sebuah tindakan ‘penyilihan’ tidak pernah terjadi dengan proses pemulihan
oleh karena strategi yang digunakan tidak sesuai dengan maksud yang ingin
dicapai. Dalam bingkai kehidupan spiritual, apa yang disebut dengan nama
‘pemulihan’ hal itu selalu diawali dengan pertobatan untuk masuk dalam proses
penyilihan akan segala yang tidak berkenan di hati.
Mencari Wajah Kudus
Pengalaman Ibu Pendiri berkenaan dengan kehidupan spiritual selalu
dalam bingkai ketiga hal mendasar di atas untuk masuk dalam kajian tanda-tanda
jaman. Madre Maria Pia Mastena sukses menganalisis berbagai tanda jaman yang
dialami justeru karena ia masuk sedalam-dalamnya pada ketiga hal tersebut
secara intensif. Bersama tokoh sentral dalam kongregasi kita, sejenak kita
mengkaji ungkapan Wajah Kudus dalam
Kitab Suci. Tahap pertama kita merefleksi Mz 13 berkaitan dengan perspektif
spiritual di balik ungkapan Wajah Kudus Tuhan yang sedang dicari dari jaman ke
jaman.
Keluh Kesah Orang Jujur
Berapa lama lagi Ya Tuhan Engkau melupakan daku sama sekali,
Berapa lama lagi Kausembunyikan WajahMu daripadaku?
Berapa lama lagi hatiku harus merana dan bersedih sepanjang
hari?
Berapa lagi musuhku masih bermegah-megah melawan daku?
Pandanglah, jawablah aku, Ya Tuhanku, Allahku,
Buatlah mataku bersinar, jangan sampai tertidur dalam maut,
agar musuh jangan berkata: Dia kukalahkan
dan lawan jangan bermegah atas kemalanganku.
Tapi aku percaya akan kasih setiaMu, hatiku bergembira,
karena Engkau menyelamatkan daku, aku bernyanyi bagiMu
karena kebaikanMu terhadapKu
Melihat Wajah Kudus adalah prasyarat sukacita dalam kehidupan setiap
hari di tengah hidup bermasyarakat. Jika Tuhan tidak menunjukkan WajahNya yang
Kudus, itu identic dengan Tuhan yang tidak menunjukkan perhatian dan Kasih
sayangNya kepada manusia. Namun itu sesuatu yang tidak mungkin oleh karena
Tuhan senantiasa mencari manusia untuk menyelamatkannya. Karena itu si pemazmur
mendaraskan kata-kata Berapa lama lagi,
Ya Tuhan, Engkau melupakan daku sama sekali, berapa lama lagi Kausembunyikan
WajahMu dari padaku? Mindset pemazmur merujuk pada Wajah Kudus Tuhan
sebagai sumber keselamatan dan pokok kebahagiaan bagi semua orang yang
memandang Wajah Tuhan yang kudus. Pandangan Tuhan identic dengan sikap kasih
sayangNya Yang Ilahi, dimana WajahNya selalu memberi segala yang baik bagi
langkah kehidupan manusia di muka bumi. Tuhan yang senantiasa mengarahkan
WajahNya yang suci kepada manusia adalah modal dasar bagi manusia untuk menghadapi
berbagai kesulitan dalam kehiduan bersama setiap hari.
Memandang Wajah
Kudus hanya dapat dilaksanakan oleh mereka yang sungguh percaya akan Tuhan
sebagai pokok hidup dan pangkal keselamatan setiap manusia. Sumber rujukan
untuk pemahaman ini dapat dilihat pada Mazmur 27 sebagai berikut:
Kepercayaan dalam bahaya
Tuhan dengarkanlah seruanku, kasihanilah aku dan kabulkanlah
doaku,
Seturut FirmanMu kucari WajahMu, WajahMu kucari ya Tuhan,
Jangan WajahMu Kausembunyikan daripadaku, jangan hambaMu Kautolak
dengan murka,
Sebab Engkau penolongku, jangan membuang aku,
Jangan meninggalkan daku, ya Allah Penyelamatku,
Sekalipun ayah dan ibu meninggalkan daku, nama Tuhan selalu
menyambut aku
Tunjukkanlah jalanMu kepadaku, Ya Tuhan, bimbinglah aku di
jalan yang aman sentosa,
Jangan aku Kauserahkan kepada kekuatan lawanku, sebab mereka
bersaksi dusta dan bersumpah palsu melawan daku,
Aku yakin dan merasakan kebaikan Tuhan, selagi aku masih
hidup,
Berharaplah kepada Tuhan, teguhkan dan kuatkan hatimu,
berharaplah kepada Tuhan!
Di dalam hidup, dan terlebih ketika kita berpapasan dengan berbagai
kesulitan, persoalan dan tantangan, manusia selalu dihadapkan pada
ketidak-pastian. Pada suasana kehidupan seperti itu, manusia sangat membutuhkan
suatu kepastian, atau sebuah pegangan yang menuntun kepada kehidupan. Rasa
pasti dan kebutuhan untuk hidup inilah yang nampak secara sempurna dalam Wajah
Kudus Tuhan Yesus yang nampak kepada Ibu Pendiri, Madre Maria Pia Mastena.
Dalam pengalaman
hidup Bangsa Israel di padang Gurun, para nabi meneguhkan iman dan pengharapan
umat akan Tuhan sebagai pedoman dan panduan hidup. Para nabi selalu mewartakan
bahwa Tuhan menjadi penolong dan pembantu manusia justru karena Ia senantiasa
menunjuk WajahNya yang kudus kepada manusia, telebih pada situasi tidak menentu
dalam kehidupan manusia. Manusia selalu rindu akan Wajah Allah, yang dapat
dilihat dalam Mazmur 42 berikut ini:
Rindu akan Tuhan dan akan
baitNya yang kudus
Bagaikan rusa merindukan sungai, demikianlah hatiku rindu
padaMu ya Allah,
Hatiku haus akan Allah, Allah yang hidup, bilakah aku
menghadap dan memandang Wajah Allah?
Air mataku menjadi bagaikan santapan bagiku siang dan malam,
karena sehari-harian orang bertanya: dimana Allahmu?
Dengan sedih selalu kuingat, akan masa lampau, aku bersama
orang banyak berarak ke kediaman Allah,
Aku turut melangkah di depan perarakan itu, di tengah suara
sorak-sorai dan lagu syukur,
Mengapa engkau tertekan dan gelisah, wahai jiwaku?
Berharaplah kepada Allah, aku akan bersyukur lagi kepada
Allah, penolongku
Akar Kehidupan Karya
Inti iman yang dimiliki Ibu Pendiri adalah mendamba terbukanya tabir
rahasia di balik revelasi Wajah Kudus Tuhan Yesus yang disembahnya. Tentu pula
Ibu Pendiri mendamba agar semua anggota Kongregasi Wajah Kudus menjadi anak-anak
sejati Tuhan Pencipta langit dan bumi dengan menjadikan Bunda Maria sebagai
soko guru dan teladan hidup. Ibu Pendiri sungguh yakin bahwa setiap anggotanya
merupakan sumbangan sangat berharga dari keluarga-keluarga kepada Gereja, dan
dalam hal ini itulah bukti persembahan keluarga-keluarga Kristiani bagi
kehidupan Gereja dalam bingkai karya kerasulan di sepanjang segala masa di muka
bumi.
Cakrawala kehidupan Ibu Pendiri selalu dalam aura
Tritunggal yang mahakudus oleh karena kedekatannya yang tidak tertandingi
dengan Yang Ilahi, Tuhan Pencipta sendiri. Keterbatasan dan kerapuhan fisik
yang dimiliki Ibu Pendiri dibimbing Tuhan untuk unggul dalam aspek kehidupan
rohani, dimana Tuhan sendiri yang membentuknya dengan modal dasar yang
dimiliki: keterbukaan, kejujuran hati serta keihlasan untuk mendengar suara dan
mengikuti panggilan Tuhan dalam berbagai perjumpaan dengan umat yang dilayani.
Ibu Pendiri memberi sebuah citra kehidupan yang kendati
sudah lewat namun ia bagai sebuah melodi yang selalu bergaung indah dalam
dinding sejarah kehidupan Gereja sejagat. Ibu Pendiri selalu mengarahkan
perhatian banyak orang kepada soal-soal sederhana, hal-hal kecil, dan berbagai
perkara setiap hari yang meski nampak sepele namun di dalamnya terdapat inti
kehidupan yang harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh yakni makna pribadi
hidup setiap orang. Ibu Pendiri senantiasa menjumpai orang dengan menyapanya,
tidak saja semata menyebut ‘nama’, melainkan memberi dimensi spiritual dari
setiap perjumpaan dengan orang lain. Ia membiarkan dirinya sebagai berkat dan
sarana keselamatan bagi setiap orang yang ingin menemukan rahmat Allah dalam
kehidupannya setiap hari.
Hal pokok yang
diwariskan Ibu Pendiri, tidak saja kepada Kongregasi yang didirikannya,
melainkan kepada semua umat manusia adalah kebenaran akan Tuhan yang selalu
memberi rahmat, rejeki dan anugerah berlimpah, hal itu tergantung pada
inisiatif manusia rapuh untuk menjawab denyutan ‘urat nadi kehidupan’ yang
diberi Tuhan kepada manusia. Apa yang dimiliki manusia memang tidak seberapa,
dan ketika manusia menyadarinya serta memohon bantuan Tuhan, maka segala yang
sebelumnya tidak mungkin, akan diberi Tuhan kepada manusia untuk merealisasi
rencana dan semua karya yang baik dan terpuji. Dalam menyadari keterbatasan dan
dengan disertai sikap rendah hati yang mendalam serta sikap murah hati kepada
sesama, Ibu Pendiri mendulang sekian banyak buah dari rencana dan karyanya,
yang menyata dalam diri Kongregasi Wajah Kudus.
Mari kita tetap setia pada kharisma Pendiri
BalasHapus