Peringantan liturgis
Beata Maria Pia
Jesus!
Saudari dan Saudara yang terkasih,
Negara
Italia dan penghuninya gemetar, bukan hanya karena gempa bumi alam, melainkan
oleh karena sekian banyak kejadian yang membuat kita berhadapan dengan kenyataan-kenyataan
yang menakutkan, antara lain kehilangan nilai-nilai yang tiada bandingnya.
Sementara itu Bapa Suci meminta kepada kita dengan penuh semangat, agar kita
percaya, berharap dan mengasihi. Sambil
mendoakan semua kejadian ini dibawa terang Firman Allah dan Paus, saya
berani berkata bahwa Pendiri kita, selain kedua kekasih yang kita kenal, yakni Ekaristi dan Wajah Kudus, ia memiliki
juga dua kekasih lainnya, yakni kasih
kepada Gereja dan kepada kaum miskin.
Kasih kepada Gereja: kasih ini telah berkembang di dalam Beata kita sejak masa kecilnya, dan
telah menjadi semakin nyata dalam dinamika hidupnya dan juga dalam tulisan-tulisannya.
Ini satu kasih yang nyata, satu kehadiran yang berarti dalam
aktivitas-aktivitas pastoral Gereja lokal. Gereja, sebagai gedung, menyerupai
rumahnya yang kedua, di mana Madre suka menyembunyikan diri untuk tinggal
sendirian dengan Yesus. Ia telah menjadi
batu hidup dari Gereja ini. Sejak
kecil ia telah membaktikan waktu dan tenaga untuk menjalankan katekese bagi
anak-anak yang lebih adik. “Sungguh luar biasa melihat dia setiap hari
minggu atau pada kesempatan yang lain, masuk dan bertindak laksana seorang guru
bagi sarang burung-burung pipit itu, untuk berdoa, bernyanyi, mengatur,
berdiskusi, dan terutama untuk berlomba dengan mereka dalam menciptakan
bunga-bunga kecil, mengucapkan doa-doa kilat, mengunjungi Yesus dalam Sakramen
Mahakudus walaupun hanya sebentar, mengikuti Misa dengan devosi penuh,
mengikuti adorasi meriah, menyebarluaskan devosi bulan mei dan devosi hati
Kudus Yesus” (Maria Pia Mastena.
Filippo d’Amando, hal 51).
Demikian juga selama masa remaja dan masa mudanya, sebagai putri Maria,
Rasul Hati Kudus, untuk menjalankan sekian banyak tugas lainnya yang membuat
dia berkembang dalam semangat kerasulan dan misioner. Dalam setiap tahap
hidupnya, sebagai Biarawati dan Pendiri, beliau telah selalu menyatakan satu
kasih yang besar bagi Gereja dan telah membaktikan diri dengan pelbagai cara
agar “jiwa-jiwa yang ditebus oleh Darah
Kristus” dapat menerima kehidupan dengan berlimpah-limpah. “Berkat
karya kerasulannya, tak seorangpun di Miane telah meninggal tanpa menerima
sakramen-sakramen… Beliau selalu siap sedia membantu siapa saja, terutama
dengan membawa Firman Tuhan penuh hiburan” (Sr. M. Arcadia
Nardin - Positio hal. 41).
Kasihnya bagi Gereja menjadi nyata juga melalui sikap hormat, perhatian
dan taat kepada Paus, para Uskup, para Imam, bapa-bapa pengakuan dan semua
pelayan tertahbis; kasih itu menjadi nyata juga dalam aksi panggilan dengan
kaum muda dan para frater, dalam berjalan dan mengambil bagian dengan perasaan
Gereja. “Sungguh hidup imannya akan Gereja, Paus yang sering kali disebut
olehnya: «Kristus yang manis di dunia ini», dan akan para Uskup. Menurut saya
ada sesuatu yang istimewa dalam audiensi pribadi dengan Paus Pius XII pada hari
Pentekosta, tanggal 12 mai 1940. Beliau memberitahukan kepada yang Mulia Mgr.
Beccegato dan kepada saudaranya Plinio. Inilah kata-katanya kepada saudaranya:
‘Hari ini, Hari Raya Pentekosta, menyerupai satu kejadian besar dan bersejarah
bagi Kongregasi yang sederhana ini… Berkat rahmat Allah yang baik, saya tinggal
selama duapuluh menit dekat kali Bapa Suci … Saya telah merasa kehilangan dan
saya telah berbicara bukan sama seperti saya berada dekat kaki Paus, melainkan
di depan kehadiran Yesus sendiri …’”. (Sr. M. Rosa
Narduzzo, Positio, hal. 197).
Dalam kejadian ini, yang terus kembali terjadi lagi dalam sejarah ini,
kita melihat bahwa Beata Pendiri pernah berhadapan dengan kejadian-kejadian
yang hampir sama dengan yang terjadi pada periode ini. “Saya telah tahu tentang
kejadian-kejadian berat yang telah terjadi terhadap Pribadi Suci yang Mulia
Gembala dan Uskup: saya sungguh menderita dan saya telah berdoa baginya dan
bagi domba-domba yang tanpa akal dan bandel, yang telah begitu melawan
Gembalanya yang penuh kasih dan kebapaan. Saya ingin menulis kepadanya, sebagai
tanda penyilihan, dengan menjamin doa-doa kita yang miskin dan penuh semangat,
yang dipersembahkan kepada Allah yang baik agar mereka yang malang itu
mendekati Bapanya dan diantar olehnya kepada Tuhan”. (Terang dari terang n° 237 hal 172-3).
Tidak ada hal yang baru di bawa sinar matahari, sekarang sama seperti
kemarin Gereja dianiaya dan perlu dengan hati yang penuh sikap memiliki; “kita
sebagai anak-anak Gereja yang istimewa…” hendaknya selalu berjalan selaras
dengan Gereja, sambil senantiasa sungguh menghayati semangat Penyilihan
sebagai misi khas yang telah kita terima sebagai anugerah justru dari Gereja
yang telah menerima dan mengakui Kharisma kita. Secara pribadi saya selalu
merasa kagum karena kasih Beata Pendiri kepada Gereja, karena ia merasa “Cum
Ecclesia” (bersatu dengan Gereja), karena ketaatannya kepada Gereja dan
sikap pengorbananya demi Gereja.
Pada saat ini Gereja dianiaya dari dalam dan dari luar, dan mungkin
kita, sebagai Biarawati dan Biarawan Wajah Kudus, hendaknya lebih berusaha
untuk menjadi tanda nyata kekudusannya, untuk melayaninya melalui Kharisma
kita, dengan memberi sumbangan kita yang khas dengan murah hari dan cuma-cuma.
Sekarang kita sungguh dipanggil untuk menghayati secara mendalam dimensi
gerejawi Kharisma kita, karena kita telah lahir dalam Gereja dan demi
Gereja, maka kita tidak mungkin menutup diri dalam sarang-sarang kita, dalam
rumah-rumah kita, dalam kebutuhan-kebutuhan kita meskipun hal ini menyerupai
sesuatu yang nyata.
Mari kita lebarkan kemah kita untuk menyambut seruan-seruan Roh yang tujukan
kepada kita melalui Gereja, yang memanggil kita menjadi saksi kasih yang
menjelma di tempat-tempat di mana manusia menderita dan mati dalam peninggalan
dan kesendirian. Dewasa ini, mengasihi Gereja berarti menjadi peziarah yang
berjalan bersama pria dan wanita zaman ini, yang telah kehilangan jalan
nilai-nilai dan tidak tahu arah ke mana. Mari kita membuka lebar pintu kita
kepada Kristus dan mari kita membuka lebar pintu-pintu kita kepada sesama, agar
kita menjadi putri/putra yang pantas bagi seorang Madre yang telah mengasihi
dengan segenap hati seluruh Gereja, yang suci dan berdosa.
Kasih kepada kaum miskin: saya yakin bahwa para saksi yang
masih hidup dapat mengatakan betapa besar kasih Beata Maria Pia bagi setiap
orang yang berkekurangan. Peka terhadap semua keperluan-keperluan manusia dan
terhadap semua wajah yang rusak, ia tidak menahan diri untuk menghibur dan
memberi kasih. Sejak profesi pertama sebagai Suster Misericordia, ia telah
menerima sesuatu yang telah menjadi semangat seumur hidupnya. Inilah tulisannya:
“Laksana
pelayan murni Yesus Kristus (saya berjanji) membaktikan diri seumur hidupku
dengan seluruh tenaga tubuhku dan jiwaku untuk melayani kaum miskin dan
menderita”.
Kita telah melihat bagaimana pembaktian ini menjadi nyata dalam hidup
harian Beata kita. Seorang miskin yang mengetuk pintunya adalah Yesus yang
mengemis, seorang yang terluka adalah Yesus yang berjalan menuju gunung
Kalvari. Dalam setiap wajah yang rusak ia melihat dan mengkontemplasikan Wajah
Yesus. Betapa banyak kali, karena tergerak oleh belas kasih, ia mendekati orang
yang paling lemah untuk memberi mereka semangat dan mengembalikan kepada tiap
orang martabat sebagai anak-anak Allah. Perhatiannya kepada kaum miskin,
caranya dalam membagi-bagikan kebutuhan pokok, tidak menyerupai tindakan
asistensi, melainkan satu anugerah kasih demi mempertahankan hidup mereka yang
sungguh berkekurangan dan tidak mungkin tetap hidup tanpa bantuannya, karena mereka mengalami
kelaparan. “Sekali peristiwa, ia merasa
wajib menghadapi sekelompok prajurit yang sedang mengambil seekor sapi kecil
yang adalah satu-satunya harta seorang janda muda, dan pada kesempatan yang
lain, ia pergi ke markas militer Jerman dan dengan penuh semangat meminta agar
dikembalikan segengam tepung terigu yang telah diambil kepada satu keluarga
yang hanya memiliki harta itu”. (Tertarik oleh WajahNya. Filippo D’Amando, hal. 33-34).
Dalam bukunya yang berjudul: “Uma Apostola da Sagrada Face” (“Seorang rasul
Wajah Kudus”), Sr. Fernanda menggambarkan satu kejadian yang tidak ada
kaitannya dengan sikap asistensialistis, sebaliknya ia menyatakan keberanian
dan kegagahan seorang wanita yang kuat, yang menghadapi musuhnya untuk
menyelamatkan orang yang dikejar-kejar. “Sekali
peristiwa, pada Perang Dunia kedua,
pada malam hari, ia telah sembunyikan di
halaman biara San Fior, lebih dari 10 orang pemuda. Pemuda-pemuda ini dicari
oleh tentara Jerman, untuk dibawa ke kamp konsentrasi. Setelah tiba di rumah
suster, tentara-tentara Jerman bertemu dengan Madre Pendiri. Beliau dengan
berani berkata: «Saya tanggun jawab tentang apa saja yang anda akan temukan di
rumah ini, tetapi jangan mengganggu anak-anakku. Kamu bisa cari apa saja yang
kamu mau, di setiap sudut rumah. Para tentara dengan senjata-senjatanya mencari
di seluruh rumah, namun mereka tidak menemukan seorangpun. Para pemuda itu
diselamatkan, di luar tembok biara”. (hal.62).
Dalam mengkontemplasikan Allah, Maria Pia telah menemukan cinta yang
berkobar-kobar yang dengannya Dia mengasihi setiap makhluk. Kasih ini telah memenuhi
seluruh hatinya dan membuat dia selalu merasa tidak aman di hadapan
kebutuhan-kebutuhan manusia pada zamannya. Orang-orang yang cedera dalam
perang, para janda, kaum yatim piatu, tentara-tentara tanpa wajah, orang yang
menghadapi ajal, menderita, buta huruf, tersiksa dan yang perlu apa saja.
Mereka semua menemukan di dalam diri Maria Pia sebuah hati penuh keibuan,
terbuka untuk menerima, satu kasih tanpa batas. Kita dapat menceritakan sekian
banyak peristiwa lainnya di mana kasih kepada kaum miskin menjadi anugerah,
pengorbanan, sampai mempertaruhkan nyawanya, dan menyerahkan seluruh simpanan
ekonomis, karena Beata kita sungguh percaya kepada Penyelenggaraan Ilahi,
kepada Allah yang memberi makanan kepada burung-burung di udara dan pakaian
kepada bunga bakung di ladang. Betapa besar kasih yang diteruskankan Pendiri
kita kepada kita!
Apakah
kita tahu menerima kasih ini?
Apakah
kita tahu melaksanakan ajaran-ajarannya, yang tidak terdiri dari
khotbah-khotbah melainkan dari kesaksian hidup?
Mari kita menyelamkan diri di dalam kasih ini untuk menemukan kembali
sumber di mana Beata Maria Pia telah minum. “Yesus telah memberi kepadaku
kasih bagi semua orang, kasih sayang yang membagi rasa… aku juga membuka
tanganku dan berkata bersama dengan pengantinku yang ilahi: mari, kamu yang
berbeban berat dan lelah, kamu yang lapar … kamu semua yang berkenan kepada
hatiku, datanglah kepadaku! Ketika kamu tidak akan menderita lagi… maka kamu
tidak akan perlu lagi dengan ibumu. Ia telah menaruh di dalam hatiku satu kasih
istimewa yang kudus bagimu”. (Terang dari terang, hal 236, n. 35).
Selamat merayakan peringatan liturgis Beata Maria Pia kepada kalian semua!
Dengan kasih sayang dan hormat,
Madre
Annalisa Galli
Tidak ada komentar:
Posting Komentar