Translate

Kamis, 28 Juni 2012

Peringatan Pesta Beata Maria Pia Mastena


Peringantan liturgis
Beata Maria Pia


 
Jesus!
Saudari dan Saudara yang terkasih,
                                            Negara Italia dan penghuninya gemetar, bukan hanya karena gempa bumi alam, melainkan oleh karena sekian banyak kejadian yang membuat kita berhadapan dengan kenyataan-kenyataan yang menakutkan, antara lain kehilangan nilai-nilai yang tiada bandingnya. Sementara itu Bapa Suci meminta kepada kita dengan penuh semangat, agar kita percaya, berharap dan mengasihi. Sambil  mendoakan semua kejadian ini dibawa terang Firman Allah dan Paus, saya berani berkata bahwa Pendiri kita, selain kedua kekasih yang kita kenal, yakni Ekaristi dan Wajah Kudus, ia memiliki juga dua kekasih lainnya, yakni kasih kepada Gereja dan kepada kaum miskin.
Kasih kepada Gereja:  kasih ini telah berkembang di dalam Beata kita sejak masa kecilnya, dan telah menjadi semakin nyata dalam dinamika hidupnya dan juga dalam tulisan-tulisannya. Ini satu kasih yang nyata, satu kehadiran yang berarti dalam aktivitas-aktivitas pastoral Gereja lokal. Gereja, sebagai gedung, menyerupai rumahnya yang kedua, di mana Madre suka menyembunyikan diri untuk tinggal sendirian dengan Yesus.  Ia telah menjadi batu hidup dari Gereja ini. Sejak kecil ia telah membaktikan waktu dan tenaga untuk menjalankan katekese bagi anak-anak yang lebih adik. “Sungguh luar biasa melihat dia setiap hari minggu atau pada kesempatan yang lain, masuk dan bertindak laksana seorang guru bagi sarang burung-burung pipit itu, untuk berdoa, bernyanyi, mengatur, berdiskusi, dan terutama untuk berlomba dengan mereka dalam menciptakan bunga-bunga kecil, mengucapkan doa-doa kilat, mengunjungi Yesus dalam Sakramen Mahakudus walaupun hanya sebentar, mengikuti Misa dengan devosi penuh, mengikuti adorasi meriah, menyebarluaskan devosi bulan mei dan devosi hati Kudus Yesus” (Maria Pia Mastena. Filippo d’Amando, hal 51).
Demikian juga selama masa remaja dan masa mudanya, sebagai putri Maria, Rasul Hati Kudus, untuk menjalankan sekian banyak tugas lainnya yang membuat dia berkembang dalam semangat kerasulan dan misioner. Dalam setiap tahap hidupnya, sebagai Biarawati dan Pendiri, beliau telah selalu menyatakan satu kasih yang besar bagi Gereja dan telah membaktikan diri dengan pelbagai cara agar “jiwa-jiwa yang ditebus oleh Darah Kristus” dapat menerima kehidupan dengan berlimpah-limpah. “Berkat karya kerasulannya, tak seorangpun di Miane telah meninggal tanpa menerima sakramen-sakramen… Beliau selalu siap sedia membantu siapa saja, terutama dengan membawa Firman Tuhan penuh hiburan” (Sr. M. Arcadia Nardin - Positio hal. 41).
Kasihnya bagi Gereja menjadi nyata juga melalui sikap hormat, perhatian dan taat kepada Paus, para Uskup, para Imam, bapa-bapa pengakuan dan semua pelayan tertahbis; kasih itu menjadi nyata juga dalam aksi panggilan dengan kaum muda dan para frater, dalam berjalan dan mengambil bagian dengan perasaan Gereja. “Sungguh hidup imannya akan Gereja, Paus yang sering kali disebut olehnya: «Kristus yang manis di dunia ini», dan akan para Uskup. Menurut saya ada sesuatu yang istimewa dalam audiensi pribadi dengan Paus Pius XII pada hari Pentekosta, tanggal 12 mai 1940. Beliau memberitahukan kepada yang Mulia Mgr. Beccegato dan kepada saudaranya Plinio. Inilah kata-katanya kepada saudaranya: ‘Hari ini, Hari Raya Pentekosta, menyerupai satu kejadian besar dan bersejarah bagi Kongregasi yang sederhana ini… Berkat rahmat Allah yang baik, saya tinggal selama duapuluh menit dekat kali Bapa Suci … Saya telah merasa kehilangan dan saya telah berbicara bukan sama seperti saya berada dekat kaki Paus, melainkan di depan kehadiran Yesus sendiri …’”. (Sr. M. Rosa Narduzzo, Positio, hal. 197).
Dalam kejadian ini, yang terus kembali terjadi lagi dalam sejarah ini, kita melihat bahwa Beata Pendiri pernah berhadapan dengan kejadian-kejadian yang hampir sama dengan yang terjadi pada periode ini. “Saya telah tahu tentang kejadian-kejadian berat yang telah terjadi terhadap Pribadi Suci yang Mulia Gembala dan Uskup: saya sungguh menderita dan saya telah berdoa baginya dan bagi domba-domba yang tanpa akal dan bandel, yang telah begitu melawan Gembalanya yang penuh kasih dan kebapaan. Saya ingin menulis kepadanya, sebagai tanda penyilihan, dengan menjamin doa-doa kita yang miskin dan penuh semangat, yang dipersembahkan kepada Allah yang baik agar mereka yang malang itu mendekati Bapanya dan diantar olehnya kepada Tuhan”.  (Terang dari terang n° 237 hal 172-3).
Tidak ada hal yang baru di bawa sinar matahari, sekarang sama seperti kemarin Gereja dianiaya dan perlu dengan hati yang penuh sikap memiliki; “kita sebagai anak-anak Gereja yang istimewa…” hendaknya selalu berjalan selaras dengan Gereja, sambil senantiasa sungguh menghayati semangat Penyilihan sebagai misi khas yang telah kita terima sebagai anugerah justru dari Gereja yang telah menerima dan mengakui Kharisma kita. Secara pribadi saya selalu merasa kagum karena kasih Beata Pendiri kepada Gereja, karena ia merasa “Cum Ecclesia” (bersatu dengan Gereja), karena ketaatannya kepada Gereja dan sikap pengorbananya demi Gereja.
Pada saat ini Gereja dianiaya dari dalam dan dari luar, dan mungkin kita, sebagai Biarawati dan Biarawan Wajah Kudus, hendaknya lebih berusaha untuk menjadi tanda nyata kekudusannya, untuk melayaninya melalui Kharisma kita, dengan memberi sumbangan kita yang khas dengan murah hari dan cuma-cuma. Sekarang kita sungguh dipanggil untuk menghayati secara mendalam dimensi gerejawi Kharisma kita, karena kita telah lahir dalam Gereja dan demi Gereja, maka kita tidak mungkin menutup diri dalam sarang-sarang kita, dalam rumah-rumah kita, dalam kebutuhan-kebutuhan kita meskipun hal ini menyerupai sesuatu yang nyata.
Mari kita lebarkan kemah kita untuk menyambut seruan-seruan Roh yang tujukan kepada kita melalui Gereja, yang memanggil kita menjadi saksi kasih yang menjelma di tempat-tempat di mana manusia menderita dan mati dalam peninggalan dan kesendirian. Dewasa ini, mengasihi Gereja berarti menjadi peziarah yang berjalan bersama pria dan wanita zaman ini, yang telah kehilangan jalan nilai-nilai dan tidak tahu arah ke mana. Mari kita membuka lebar pintu kita kepada Kristus dan mari kita membuka lebar pintu-pintu kita kepada sesama, agar kita menjadi putri/putra yang pantas bagi seorang Madre yang telah mengasihi dengan segenap hati seluruh Gereja, yang suci dan berdosa.

Kasih kepada kaum miskin: saya yakin bahwa para saksi yang masih hidup dapat mengatakan betapa besar kasih Beata Maria Pia bagi setiap orang yang berkekurangan. Peka terhadap semua keperluan-keperluan manusia dan terhadap semua wajah yang rusak, ia tidak menahan diri untuk menghibur dan memberi kasih. Sejak profesi pertama sebagai Suster Misericordia, ia telah menerima sesuatu yang telah menjadi semangat seumur hidupnya. Inilah tulisannya: “Laksana pelayan murni Yesus Kristus (saya berjanji) membaktikan diri seumur hidupku dengan seluruh tenaga tubuhku dan jiwaku untuk melayani kaum miskin dan menderita”.
Kita telah melihat bagaimana pembaktian ini menjadi nyata dalam hidup harian Beata kita. Seorang miskin yang mengetuk pintunya adalah Yesus yang mengemis, seorang yang terluka adalah Yesus yang berjalan menuju gunung Kalvari. Dalam setiap wajah yang rusak ia melihat dan mengkontemplasikan Wajah Yesus. Betapa banyak kali, karena tergerak oleh belas kasih, ia mendekati orang yang paling lemah untuk memberi mereka semangat dan mengembalikan kepada tiap orang martabat sebagai anak-anak Allah. Perhatiannya kepada kaum miskin, caranya dalam membagi-bagikan kebutuhan pokok, tidak menyerupai tindakan asistensi, melainkan satu anugerah kasih demi mempertahankan hidup mereka yang sungguh berkekurangan dan tidak mungkin tetap hidup  tanpa bantuannya, karena mereka mengalami kelaparan. “Sekali peristiwa, ia merasa wajib menghadapi sekelompok prajurit yang sedang mengambil seekor sapi kecil yang adalah satu-satunya harta seorang janda muda, dan pada kesempatan yang lain, ia pergi ke markas militer Jerman dan dengan penuh semangat meminta agar dikembalikan segengam tepung terigu yang telah diambil kepada satu keluarga yang hanya memiliki harta itu”. (Tertarik oleh WajahNya. Filippo D’Amando, hal. 33-34).

Dalam bukunya yang berjudul: “Uma  Apostola da Sagrada Face” (“Seorang rasul Wajah Kudus”), Sr. Fernanda menggambarkan satu kejadian yang tidak ada kaitannya dengan sikap asistensialistis, sebaliknya ia menyatakan keberanian dan kegagahan seorang wanita yang kuat, yang menghadapi musuhnya untuk menyelamatkan orang yang dikejar-kejar. “Sekali peristiwa, pada Perang Dunia kedua, pada malam hari, ia telah sembunyikan  di halaman biara San Fior, lebih dari 10 orang pemuda. Pemuda-pemuda ini dicari oleh tentara Jerman, untuk dibawa ke kamp konsentrasi. Setelah tiba di rumah suster, tentara-tentara Jerman bertemu dengan Madre Pendiri. Beliau dengan berani berkata: «Saya tanggun jawab tentang apa saja yang anda akan temukan di rumah ini, tetapi jangan mengganggu anak-anakku. Kamu bisa cari apa saja yang kamu mau, di setiap sudut rumah. Para tentara dengan senjata-senjatanya mencari di seluruh rumah, namun mereka tidak menemukan seorangpun. Para pemuda itu diselamatkan, di luar tembok biara”. (hal.62).

Dalam mengkontemplasikan Allah, Maria Pia telah menemukan cinta yang berkobar-kobar yang dengannya Dia mengasihi setiap makhluk. Kasih ini telah memenuhi seluruh hatinya dan membuat dia selalu merasa tidak aman di hadapan kebutuhan-kebutuhan manusia pada zamannya. Orang-orang yang cedera dalam perang, para janda, kaum yatim piatu, tentara-tentara tanpa wajah, orang yang menghadapi ajal, menderita, buta huruf, tersiksa dan yang perlu apa saja. Mereka semua menemukan di dalam diri Maria Pia sebuah hati penuh keibuan, terbuka untuk menerima, satu kasih tanpa batas. Kita dapat menceritakan sekian banyak peristiwa lainnya di mana kasih kepada kaum miskin menjadi anugerah, pengorbanan, sampai mempertaruhkan nyawanya, dan menyerahkan seluruh simpanan ekonomis, karena Beata kita sungguh percaya kepada Penyelenggaraan Ilahi, kepada Allah yang memberi makanan kepada burung-burung di udara dan pakaian kepada bunga bakung di ladang. Betapa besar kasih yang diteruskankan Pendiri kita kepada kita!  

    Apakah kita tahu menerima kasih ini?
    Apakah kita tahu melaksanakan ajaran-ajarannya, yang tidak terdiri dari khotbah-khotbah melainkan dari kesaksian hidup?

Mari kita menyelamkan diri di dalam kasih ini untuk menemukan kembali sumber di mana Beata Maria Pia telah minum. “Yesus telah memberi kepadaku kasih bagi semua orang, kasih sayang yang membagi rasa… aku juga membuka tanganku dan berkata bersama dengan pengantinku yang ilahi: mari, kamu yang berbeban berat dan lelah, kamu yang lapar … kamu semua yang berkenan kepada hatiku, datanglah kepadaku! Ketika kamu tidak akan menderita lagi… maka kamu tidak akan perlu lagi dengan ibumu. Ia telah menaruh di dalam hatiku satu kasih istimewa yang  kudus bagimu”. (Terang dari terang, hal 236, n. 35).

Selamat merayakan peringatan liturgis  Beata Maria Pia kepada kalian semua!
Dengan kasih sayang dan hormat,
Madre Annalisa Galli






Tidak ada komentar:

Posting Komentar