Translate

Jumat, 10 Mei 2013

Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-47

Pesan Paus Untuk Hari Komunikasi Sosial Sedunia Ke-47


Jejaring Sosial: Pintu  kepada Kebenaran dan Iman, Ruang Baru untuk Evangelisasi
Menjelang Hari Komunikasi Sosial Sedunia tahun 2013 ,saya ingin menyampaikan beberapa permenungan mengenai suatu kenyataan  yang  semakin penting tentang cara  manusia sezaman berkomunikasi di antara mereka. Saya ingin mencermati perkembangan jejaring sosial digital yang membantu menciptakan “agora” baru, suatu alun-alun publik tempat manusia berbagi gagasan, informasi dan pendapat, dan yang dalamnya  relasi-relasi dan bentuk-bentuk komunitas baru dapat terwujud.
Ruang-ruang tersebut – bila dimanfaatkan secara  bijak dan berimbang- membantu memajukan berbagai bentuk dialog dan debat yang, bila dilakukan dengan penuh hormat dan memerhatikan privasi, bertanggungjawab dan jujur, dapat memperkuat ikatan kesatuan di antara individu-individu dan memajukan kerukunan keluarga manusiawi secara berdaya-guna. Pertukaran informasi dapat menjadi komunikasi yang benar, relasi-relasi dapat mematangkan pertemanan, koneksi-koneksi dapat mempermudah  persekutuan.  Bila jejaring sosia terpanggil untuk mewujudkan potensi besar ini, orang-orang yang  terlibat di dalamnya harus berupaya menjadi otentik , karena di dalam ruang itu,  orang tidak hanya berbagi gagasan dan informasi, tetapi pada akhirnya orang mengkomunikasikan dirinya sendiri.
Perkembangan jejaring sosial menuntut komitmen:  orang melibatkan diri di dalamnya untuk membangun relasi dan menjalin persahabatan, mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan  mencari hiburan, tetapi juga dalam menemukan dorongan intelektual serta berbagi pengetahuan dan keterampilan. Jejaring sosial semakin menjadi bagian dari tatanan masyarakat sejauh menyatukan orang dengan berpijak pada kebutuhan dasar. Jejaring sosial dengan demikian terpelihara oleh aspirasi yang  tertanam dalam hati manusia.
Budaya jejaring sosial dan perubahan dalam sarana  dan gaya berkomunikasi membawa tantangan bagi mereka yang ingin berbicara tentang kebenaran dan nilai. Seringkali, sama halnya dengan sarana-sarana komunikasi sosial yang lain, makna dan efektifitas berbagai bentuk ekspresi nampaknya lebih ditentukan oleh popularitasnya ketimbang kepentingan hakiki dan nilainya. Pada gilirannya, popularitas seringkali lebih melekat pada ketenaran ataupun strategi persuasi  daripada  logika argumentasi. Kadangkala suara lembut dari pikiran dikalahkan oleh membludaknya informasi yang berlebihan dan gagal menarik perhatian pada apa yang disampaikan kepada orang yang mengungkapkan diri secara lebih persuasif. Dengan demikian, media sosial membutuhkan  komitmen dari semua orang yang menyadari nilai dialog, debat rasional dan argumentasi logis dari orang-orang yang berusaha keras membudidayakan bentuk-bentuk wacana dan pengungkapan  yang menggerakkan aspirasi luhur dari orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi. Dialog dan debat dapat juga berkembang dan bertumbuh ketika kita berbicara  dengan dan sungguh-sungguh  menghargai orang-orang yang gagasan-gagasannya berbeda dengan  kita. “Mengingat kenyataan keragaman budaya, perlulah memastikan bahwa  manusia  bukan saja mengakui keberadaan budaya orang lain tetapi juga bercita-cita diperkaya olehnya dan menghargai segala yang baik, benar dan indah”( Pidato pada Pertemuan dengan Dunia Budaya, Belem, Lisabon, 12 Mei 2010).
Tantangan yang dihadapi oleh jejaring sosial adalah bagaimana benar-benar menjadi inklusif: dengan demikian mereka memperoleh manfaat dari peran serta  penuh dari orang-orang beriman yang ingin berbagi amanat Yesus dan nilai martabat manusia yang dikemukakan melalui pengajaran-Nya. Kaum beriman semakin menyadari bahwa  kalau Kabar Baik tidak diperkenalkan juga di dalam dunia digital, ia akan hilang dalam pengalaman banyak orang yang menganggap ruang eksistensial ini penting. Lingkungan digital bukanlah sebuah dunia paralel  atau murni virtual, tetapi merupakan bagian dari pengalaman keseharian banyak orang teristimewa kaum muda. Jejaring sosial adalah hasil  interaksi manusia akan tetapi pada gilirannya, ia memberikan bentuk baru terhadap dinamika komunikasi yang membangun relasi: oleh karena itu pemahaman yang mendalam tentang lingkungan ini merupakan prasyarat untuk suatu kehadiran yang bermakna.
Kemampuan untuk menggunakan bahasa baru dituntut,  bukan terutama untuk menyesuaikan diri dengan gaya hidup sezaman, tetapi justru untuk memampukan kekayaan tak terbatas dari Injil menemukan bentuk-bentuk pengungkapan yang mampu menjangkau pikiran dan hati semua orang.  Di dalam lingkungan digital, perkataan tertulis sering disertai dengan gambar dan suara. Komunikasi yang efektif seperti yang terungkap dalam perumpamaan Yesus memerlukan pelibatan imaginasi dan kepekaan emosional  mereka yang ingin kita ajak untuk berjumpa dengan misteri kasih Allah.  Disamping itu kita mengetahui bahwa tradisi Kristiani selalu kaya akan tanda dan simbol: Saya berpikir, misalnya, salib, ikon, Patung Perawan Maria, kandang natal, jendela kaca berwarna-warni dan lukisan-lukisan di dalam gereja kita. Suatu bagian bernilai dari khazanah artistik umat manusia telah diciptakan oleh para seniman  dan musisi yang berupaya untuk mengungkapkan kebenaran iman.
Dalam jejaring sosial,  orang beriman menunjukkan kesejatiannya dengan berbagi sumber terdalam dari harapan dan kegembiraan mereka: iman kepada Allah pengasih dan penyayang yang terungkap dalam Kristus Yesus.  Wujud berbagi ini tidak hanya terdiri dari ungkapan iman yang eksplisit, tetapi juga dalam kesaksian mereka, dalam cara  mereka mengkomnikasikan “pilihan, preferensi, penilaian yang sungguh sesuai dengan Injil, bahkan bila tidak disampaikan secara ekspisit” (Pesan untuk Hari KomunikasiSedunia 2011). Suatu cara yang secara khusus bermakna dengan memberikan kesaksian  serupa terjadi melalui kerelaan untuk mengorbankan diri kepada orang lain seraya menanggapi pertanyaan dan keraguan  mereka dengan sabar dan penuh hormat tatkala mereka mencari  kebenaran dan makna eksistensi manusia. Dialog yang berkembang dalam jejaring sosial tentang iman dan kepercayaan menegaskan penting dan relevannya agama di dalam debat publik dan dalam kehidupan masyarakat. Bagi mereka yang telah menerima  karunia iman dengan hati yang terbuka, jawaban yang paling radikal akan pertanyaan manusia tentang kasih, kebenaran dan makna hidup- pertanyaan – pertanyan serupa yang tentu tidak absen dari jejaring sosial – ditemukan dalam pribadi Yesus Kristus. Wajar  bahwa mereka yang memiliki iman  ingin berbagi dengan orang yang mereka jumpai dalam forum digital dengan rasa hormat dan bijaksana. Namun pada akhirnya, jika upaya kita untuk berbagi Injil menghasilkan buah yang baik,  hal itu selalu dikarenakan oleh kekuatan sabda Allah itu sendiri yang menyentuh hati banyak orang mendahului segala usaha dari pihak kita. Percaya pada kekuatan karya Allah harus selalu lebih besar daripada kerpecayaan apa saja yang kita letakan pada  sarana-sarana manusia.  Dalam ruang lingkup digital, juga, dimana suara yang tajam dan memecahbelah dibesar-besarkan  dan  dimana sensasionalisme menang,  kita diundang untuk berlaku arif, penuh kehati-hatian. Dalam hal ini hendaklah kita ingat bahwa Eliyah mengenal suara Allah tidak dalam angin yang besar dan kuat, tidak melalui gempa bumi dan api tetapi dalam hembusan angin  sepoi-sepoi” (1 Raj 19:11-12). Kita perlu percaya bahwa  kerinduan mendasar manusia untuk mengasihi dan dikasihi  dan untuk menemukan makna dan kebenaran -sebuah kerinduan yang Allah sendiri tanamkan dalam hati setiap laki-laki dan perempuan-  menetap di zaman kita ini,   selalu dan setidak-tidaknya terbuka kepada apa yang Beato Kardinal Newmann sebut ‘ cahaya ramah’ dari iman.
Jejaring sosial, dengan menjadi sarana  Evangelisasi dapat juga menjadi faktor dalam pembangunan manusia. Sebagai contoh, dalam konteks geografis dan budaya dimana orang Kristiani merasa terisolasi,  jejaring sosial dapat memperkuat  rasa kesatuan nyata dengan komunitas kaum beriman di seluruh dunia. Jejaring sosial mempermudah orang berbagi sumber-sumber rohani dan liturgi, menolong orang untuk berdoa dengan perasaan kedekatan  bersama mereka yang mengaku iman yang sama. Suatu keterlibatan yang sejati dan interaktif dengan pertanyaan dan keraguan dari mereka yang berada  jauh dari iman seharusnya membuat kita merasa perlu untuk memelihara iman kita  melalui doa dan permenungan, iman akan Allah serta amal kasih kita: ” Walaupun saya berbicara dengan bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi apabila aku tidak mempunyai kasih, aku adalah gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing”. (1 Kor 13:1)
Di dalam dunia digital terdapat jejaring-jejaring sosial yang memberikan peluang-peluang sezaman untuk berdoa, meditasi, dan berbagi firman Allah. Akan tetapi jejaring sosial itu dapat juga membuka pintu terhadap dimensi lain dari iman. Banyak orang benar-benar menemukan, tepatnya berkat kontak awalnya di internet, pentingnya pertemuan langsung, pengalaman komunitas-komunitas dan  bahkan peziarahan, unsur-unsur yang  senantiasa penting dalam perjalanan iman. Dalam upaya untuk membuat Injil hadir dalam dunia digital, kita dapat mengundang orang untuk datang bersama-sama untuk berdoa dan perayaan liturgi di tempat-tempat tertentu seperti gereja dan kapel. Seharusnya tidak  kekurang kobersamaan atau kesatuan dalam pengungkapan iman kita dan dalam memberikan kesaksian tentang Injil di dalam realitas apa saja dimana kita hidup entah itu fisik atau digital. Kita  kita berada bersama orang lain, selalu dan dengan cara apapun, kita dipanggil untuk memperkenalkan kasih Allah hingga ujung  bumi.
Saya berdoa agar Roh Allah mendampingi dan senantiasa menerangi kamu, dan dengan seggenap hati saya memberkati kamu sekalian, agar kamu benar-benar mampu menjadi bentara-bentara  dan saksi-saksi Injil.” Pergilah ke seluruh dunia, beritakan Injil kepada segala mahkluk” (Mrk 16:15)
Vatikan, 24 Januari 2013
Pesta Santo Frasiskus de Sales
BENEDICTUS XVI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar