Translate

Jumat, 30 Januari 2015

Panggilan


   Tuhanlah  yang  memanggilku                                                              

Di sebuah kampung kecil, Kundore-Nangapanda pada tanggal 19 September 1974 dini hari, lahirlah seorang bayi dari pasangan petani sederhana bapak Cosmas Le dan mama Lusia Mbu’e. Bayi itu diberi nama Emiliana Sepe. Bayi itu adalah saya sendiri.  Saya anak ke tiga dari empat bersaudara. Saya hidup, bertumbuh dan berkembang dalam keluarga sederhana. Dalam kesederhanaan hidup, kami sekeluarga  sungguh menciptakan persaudaraan  dan kekerabatan yang baik. Tahun 1980 saya masuk Taman Kanak-Kanak. Setahun  kemudian saya melanjutkan ke Sekolah Dasar Katolik. Saya melewati pendidikan dasarku, dengan susah payah, karena kesulitan ekonomi untuk membiayai pendidikannku. Ayahku sering – sering sakit sehingga om dan tantaku yang hidup serumah yang  menopang hidup kami. Masa kecilku kulalui dengan penuh pengorbanan tanpa beban karena saya telah menjadi ibu kecil untuk kedua adikku, karena mama sering ke kebun meninggalkan adikku dalam asuhanku. Nenekku yang tua juga membutuhkan perhatian dan pelayanan. Dengan tangan , dan hatiku yang kecil ini, saya telah menjadi ibu kecil bagi keluargaku dengan memberi pelayanan kepada bapak, nenek dan adikku di rumah.
Semenjak kecilku, saya sangat giat dengan kegiatan rohani di gereja, sekolah maupun di lingkungan. Sering kali bapakku melarang  untuk tidak boleh mengikuti kegiatan doa bersama atau kegiatan rohani lainnya, karena saya harus menjaga dan merawatnya. Itu  menjadi dilema besar untuk saya, kadang saya menangis sendiri, namun karena cinta saya kepada bapak membuat saya terima hal itu dengan tenang dan pasrah. Bapakku adalah seorang yang keras, tegas dan kejam. Lain dengan pribadi mamaku. Ia seorang yang lembut, tekun bekerja tanpa kata, sabar, setia, sederhana, rendah hati dan rela berkorban. Iman dan kepribadianku bertumbuh dengan baik, selain dari keluarga, juga dari lingkungan sekitarku, serta melalui keaktifanku dalam berbagai bentuk kegiatan rohani dan kemasyrakatan.
Ketertarikanku menjadi seorang pelayan Tuhan, muncul saat saya masih di bangku Sekolah Dasar, karena saya merasa tertarik dengan pribadi seorang pastor yang menunjukkan semangat pelayanan dan kerendahan hati untuk memperhatikan umat yang miskin, serta cara dan gaya berkotbah yang menarik. Waktu itu saya berpikir bahwa saya ingin seperti mereka, tapi bagaimana saya ini perempuan, maklum saja waktu itu saya belum tahu bahwa ada perempuan yang memilih hidup seperti itu yang disebut suster.
Dalam perjalananan waktu ketika usia kelahiranku memasuki sepuluh tahun, bapakku meninggal. Dengan kepergian bapak membawa kedukaan bagi kami sekeluarga, tanggungjawab penuh ada dalam tangan om dan tanta. Kedua saudaraku yang saat itu duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama ( SMP) putus sekolah, kedua adikku masih kecil betul. Mamaku harus banting tulang bekerja kebun. Saya berpikir jangan-jangan saya juga akan gagal sekolah seperti kedua kakakku, saya  harus  siap menerimanya. Namun berkat bantuan roh Tuhan saya di antar oleh mama, nenek dan tanta kepada sebuah keluarga yang baik hati, mereka menyerahkan saya secara resmih kepada asuhan mereka. Mulai saat itu, tanggungjawab terhadap diri, sekolah dan hidup saya ada dalam tangan keluarga itu. Hatiku berat meninggalkan mama dan keluarga semua dalam kesulitan  hidup seperti itu, tapi saya ikut dan pasrah pada keadaan, karena mungkin itulah jalan Tuhan dan  kemana Tuhan mau menghantar saya.
Awal hidupku yang baru, segala-galanya baru. Saya harus menyesuaikan diri dengan kehidupan baru dengan latar belakang keluarga yang sangat berbeda dengan keluargaku. Namun berkat kesabaran dan ketekunanku saya mampu menyesuaikan diri. Mereka sungguh menyayangi saya seperti anak kandung. Mereka mempercayakan banyak hal  kepadaku, termasuk hal mengurus makan-minum keluarga dan memperhatikan anak-anak mereka yang semuanya masih kecil.  Saya menyelesaikan sekolah Dasar dalam asuhan mereka, dan melanjutkan  ke SLTP dan  SLTA. Masa pendidikanku kulalui dengan baik, namun saya mengalami tantangan besar ketika di bangku kelas dua SMA mama kandungku mengalami sruk berat. Mau lanjutkan sekolah? Mau perhatikan adikku,  mau urus mama berarti harus keluar dari rumah…bingung saya. Kuberdoa dan terus berdoa, ternyata Tuhan menunjukkan jalannya, semuanya terselesaikan dengan baik , mama mulai berangsur - angsur sembuh. Saya tetap bertahan dirumah dan melanjutkan pendidikan. Saya bersyukur karena orang tua angkatku itu, begitu mencintai dan mereka mendidik kami anak-anak dengan sangat bijaksana. Kami dididik untuk bekerja dan bertanggungjawab terhadap tugas, tertib dengan aturan, aktif dalam berbagai kegiatan rohani maupun kemasyrakatan, sabar menghadapi setiap tantangan hidup.
Setelah menyelesaikan pendidikan di SLTA saya mencoba, untuk mencari nafkah demi menghidupi dan membiayai adikku yang masih sekolah. Saya melamar disebuah LSM yang memperhatikan keluarga-keluarga miskin dan anak-anak terlantar dan bekerja selama satu tahun. Upah yang saya terima sangat cukup. Saya senang. Selain bekerja di SLM, saya mengisi waktu di rumah dengan membuat kue-kue, berkebun,  pelihara hewan dan bertenun. Penghasilanku sebulan cukup, namun semua yang saya peroleh itu tidak memberi kebahagiaan dalam batinku, dan dorongan aneh dalam diriku tetap menggema bahwa saya harus menjadi pelayan Tuhan. Itu memang saya rasakan, tapi saya malu untuk menyampaikan kepada orangtuaku akan hal itu. Karena selain rasa malu dan takut juga muncul perasaan, mana mungkin seorang anak kampungan bisa   menjadi suster .
Kujalani rutinitas harianku dengan tenang, sabar, dan penuh sukacita. Dorongan untuk menjadi suster tetap saya rasakan, tetapi belum ada rasa percaya diri. Suatu hari, ketika saya sedang dalam perjalanan dari rumah menuju sebuah kios untuk menghantar kue jualanku, pastor parokiku yang mengenal sungguh siapa saya dan bagaimana hidup saya, Ia menegur dan memanggilku. “ Emi….engkau tidak cocok hidup seperti itu, engkau cocok menjadi suster, untuk melayani dan memperhatikan orang miskin di dunia ini.” Saya sadar bahwa ini adalah suara Tuhan. Pada waktu itu, mata hatiku terbuka dan saya mulai memberanikan diri dan percaya bahwa Tuhan sungguh membutuhkan saya untuk menjadi penyalur rahmatnya, dengan apa adanya diriku ini. Saya mulai nekat mengambil keputusan dan meminta bantuan dari pastorku untuk mendampingi saya dalam proses persiapan menuju biara, karena banyak hal yang menghambat niat baikku ini, termasuk mama kandung dan kakak sulungku yang tidak merestui . saya mengerti keadaan mamaku, karena waktu itu struknya belum sembuh total. Saya berdoa dengan sabar sambil menanti waktu dan saat yang indah bagi saya untuk melangkah pada jalan Tuhan ini. Sedangkan orang tua angkatku sangat menyetujui pilihanku itu.
Semuanya akan indah pada waktunya, Tuhan mendengarkan permohonanku, suatu hari, mama kandungku memanggilku dengan suara yang begitu lembut, dengan keadaan fisiknya yang tak berdaya, ia berkata. kepadaku “ Emi….kalau memang ini adalah pilihanmu, mama sekarang setuju engkau pergi, tapi ingat….jadilah suster yang baik yang disenangi dan menbahagiakan banyak orang.! “ dengan tetesan air mata saya memeluk mamaku dan berkata “ mama terima kasih , mamaku...Tuhan selalu menjagamu.
Sejak mendapat restu dari mamaku, segera saya mendekati pastor parokiku untuk urusan selanjutnya. Saya ditunjuk untuk melamar diri di Biara Wajah Kudus, katanya saya cocok dengan spritualitas kongregasi ini. Saya segera melamar dan segala proses berjalan dengan baik. Akhirnya tibalah saatnya bagiku untuk melangkah meninggalkan segalanya. Sabtu 30 November 1996, saya menginjakkan kakiku di pintu  biara Wajah Kudus di Koting. Duniaku terasa baru. Hampir setiap hari kuteteskan airmataku bila mengenang keluargaku, maklum pertama kali meninggalkan keluarga dan kampung halaman. Namun selalu saya sadari bahwa air mataku ini adalah air mata pembebasan yang mendewasakan dan mematangkan pilihan hidupku ini. Tahun perdana kulewati dengan baik, walaupun kutemukan banyak kesulitan dan tantangan termasuk sakit. Saya sadar Kasih Tuhan selalu bersamaku dan Ia tidak pernah meninggalkanku.
Tahap demi tahap pembentukan diriku kulewati bersama Tuhan. Peranan para pemimpin dan pembimbing dan para saudari dalam komunitas telah membangunkan saya dari tidurku, dan pergi menyatu diri dengan Yesus sehingga Wajah Yesus yang rusak dalam diriku dan dalam diri sesama dapat dipulihkan. Tak terasa saya telah mencapai saat penyerahan diri pada sang Wajah Kudus melalui pengikraran kaul-kaul suciku. Pada April 2001, bersama ke-3 temanku kami menghadap altar Tuhan untuk mengikrarkan profesi pertama, dengan motto kaul pertamaku “ Aku hamba yang tidak berguna, aku melakukan apa yang dapat dilakukan “ Saya sangat bahagia, karena telah menjadi mempelai Sang Wajah Kudus. Kaul pertamaku bukanlah akhir dari seluruh perjuangan, dan bukan tetap tinggal pada satu atap. Tapi, merupakan awal dari sebuah hidup baru dan akan melangkah pergi menjadi rasul Wajah Kudus di mana di utus.
 Awal Juli 2001, saya menerima SK penempatan di Komunitas Koting, untuk berkarya di Sekolah Taman Kanak-Kanak. Saya dengan senang hati siap menerima dan berangkat. Saya berangkat menuju Koting. Selama setahun saya mengajar sambil belajar bagaimana menjadi guru bagi anak-anak usia emas berlian ini. Memasuki tahun kedua yuniores saya sakit. Selama setahun saya harus menjaga dan merawat kesehatanku. Saya bertahan dikomunitas. Sabar dan terus bersabar menanti kesembuhan. Akhirnya sembuh juga. Karena melihat bahwa saya memiliki potensi menjadi guru, maka Tahun 2003, bersama kedua yunior lainnya kami melanjutkan studi pedagogi. Masa studi kulalui dengan tenang dan sabar sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
Setelah menyelesaikan studi, saya mendapat SK untuk menyiapkan diri kaul kekal. Dalam masa persiapan ini, kumenemukan banyak kesulitan dan kebingungan , baik yang datang dari pergulatan diriku sendiri maupun dari pihak luar diri. Namun dalam permenungan dan refleksi, dan dalam doa dan meditasi, kumenemukan bahwa, semua yang kualami adalah merupakan  pertanyaan Yesus yang membutuhkan jawapan pasti dari saya terhadap kesetiaan saya untuk menjawab cintaNya, “ Emi…apakah engkau mengasihi Aku ? Pertanyaan Yesus ini, adalah pertanyaan yang menantang bagi saya, mengapa ? Karena Yesus sungguh mengenal saya dan seluruh pergulatan hidup yang kualami. Tapi dalam iman saya percaya kepada Allah dan berani menjawab “ Tuhan Engkau Tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa saya mengasihi Engkau . Dengan penuh kenyakinan dan kepasrahan kepada Allah dan kehendakNya pada 11 Juli 2007, saya bersama lima suster mengikrarkan kaul kekal. Penyerahan diri untuk selama-lamanya menjadi mempelai Sang Wajah Kudus. Dengan moto kaulku “ Tuhan Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau ( Yoh; 21:17 ),  moto ini saya angkat, karena saya sadar bahwa Tuhan tahu segala-galanya tentang diriku, baik kelebihan maupun kekurangan , baik kekudusan maupun kedosaanku.
  Sukacitaku semakin mendalam dan rasa-rasanya hidup ini hanya untuk Tuhan. Memang hanya untuk Tuhan, karena saya adalah milik Tuhan dan saya dipanggil oleh Tuhan untuk menjadi saksiNya.  Saksi yang hidup yang dialami lansung melalui kesaksian hidup yang nyata. Hal ini dapat dilihat melalui misi pelayanan yang nyata di tengah-tengah umat. Sebagai suster guru, saya ditempatkan kembali disekolah Taman Kanak – Kanak di Koting. Namun pada tahun 2010, setelah sekembaliku dari Italia,  saya menerima SK pengangkatan sebagai Kepala Sekolah. Selain sebagai Kepala Sekolah, saya masih di beri kepercayaan untuk melanjutkan studi pedagogi untuk mendapatkan Sarjana Pendidikan. Tugas memang berat bagiku.  Saya menerima dengan tenang, walaupun terjadi pemberontakan karena ketidaksanggupanku. Tapi Tuhan lebih mengenal saya. Sehingga saya berjalan dan berlangkah dalam bimbingan Tuhan. Tantangan dan kesulitan, pergulatan dan pemberontakan seringkali kuhadapi, namun karena kepasrahan dan penyerahan diri terhadap kehendak Allah, semuanya akan indah pada waktunya. Studiku terselesaikan dengan baik pada Desember 2012. Saya merasa bahwa beban studiku telah berakhir, dan saya mulai merasa bahwa sekarang tinggal berkarya. Karya pelayanan sebagai rasul Wajah Kudus kujalankan dengan sukacita. Senyum dan tawa, kegembiraan dan sukacita, bekerja tanpa kata itulah yang menjadi bagian dalam hidupku, dan itu semua kurangkum dalam moto hidupku “ CINTA, DAMAI DAN SUKACITA “
Tak kubayangkan semuanya adalah penyelenggaraan Allah,  apa yang tak dipikirkan oleh manusia dipikirkan Allah. Semuanya akan indah pada waktunya. Febbruari 2013 saya menerima sepucuk surat dari Superior General tentang pengangkatanku sebagai Pimpinan Komunitas Koting. Saya gugup, gemetar, bingung dan takut. Saya merasa saya tidak pantas, dan tidak sanggup. Mengapa harus saya hamba yang tidak berguna ini ? Namun dalam permenungan kumenemukan sebuah jawaban “ bagi Allah tidak ada yang mustahil. Allah menggunakan hamba yang tidak berguna ini agar menjadi berguna bagi kerajaanNya. Allah tahu bahwa saya sungguh mengasihi Dia dengan segenab hati, karena Allah sendiri telah lebih dahulu mengasihiku dengan apa adanya diriku ini. Saat ini saya menjalankan segala kepercayaan yang diberikan kepadaku dengan tenang penuh sukacita. Karena saya bukan sendirian, tapi bersama sesama saudariku dalam komunitas dan secara khusus bersama Allah.
Syukur bagiMu Tuhan atas rahmat hidup, panggilan dan perutusan yang diberikan kepadaku. Semoga saya selalu siap sedia menjadi rasul Wajah Kudus yang setia penuh pengorbanan untuk membawa WajahMu ke seluruh pelosok dunia....salam Mastena

 Sr. Emiliana Sepe, CSV
                                                                    


Tidak ada komentar:

Posting Komentar